Membangun Konsensus: PPHN Sebagai Arah Kebijakan untuk Masa Depan Indonesia

Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH - Anggota Badan Pengkajian MPR Fraksi PDI Perjuangan

Membangun Konsensus: PPHN Sebagai Arah Kebijakan untuk Masa Depan Indonesia
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan DR. I Wayan Sudirta, SH, MH. Foto: Dokumentasi pribadi

Pada bagian selanjutnya, ditegaskan “Oleh karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak terbatas, mengingat dinamika masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai untuk dikemudian hari.”

Istilah haluan negara sendiri dipergunakan dalam UUD 1945 sebelum amandemen. Ketentuan Pasal 3 UUD 1945 sebelum amandemen menyebut “MPR menetapkan UUD dan garis-garis besar daripada haluan negara” dan Penjelasannya menyatakan: “...DPR senantiasa dapat mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh undang-undang dasar atau Majelis Permusyawaratan Rakyat...”.

Dalam konstruksi diatas, haluan negara mempunyai makna sebagai pedoman bagi penyelenggaraan negara. Berdasarkan pengalaman UUD 1945 sebelum amandemen, Jimly Asshidiqie berpendapat bahwa haluan negara mencakup pengertian Haluan negara yang tercantum dalam UUD 1945; Haluan negara yang tertuang dalam ketetapan-ketetapan MPR/S; Haluan negara dalam pengertian program kerja yang tertuang dalam Ketetapan MPR tentang GBHN; dan Haluan negara yang tertuang dalam UU APBN.

Sistem UUD 1945 sebelum amandemen menghendaki suatu pola kebijaksanaan yang tersusun secara sistematik, spesifik dan terencana dari waktu ke waktu yang ditunjukkan adanya GBHN. 

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa haluan negara merupakan tindakan politik yang akan melahirkan hukum. Oleh karena, haluan negara merupakan sumber hukum materiil, artinya ia merupakan sumber inspirasi bagi perbuatan hukum.

Dengan demikian, secara teoritis, PPHN dapat dikaji melalui lensa teori konstitusionalisme substantif yang tidak hanya memandang konstitusi sebagai teks hukum positif, tetapi juga sebagai instrumen etis dan filosofis yang memandu penyelenggaraan negara.

Dalam kerangka ini, PPHN dapat diposisikan sebagai bentuk Directive Principles of State Policy (DPSP), yaitu prinsip-prinsip panduan yang terdapat dalam konstitusi atau dokumen kebijakan strategis yang tidak justiciable (tidak dapat dipaksakan melalui pengadilan), namun bersifat fundamental dalam membentuk orientasi legislasi, kebijakan publik, serta alokasi sumber daya nasional.

Dapat disimpulkan bahwa haluan negara mempunyai makna dan kedudukan, pertama; sebagai acuan bagi penyelenggaran negara, dalam hal ini Presiden, untuk melaksanakan perencanaan maupun pembangunan nasional yang merupakan wujud dari kehendak seluruh rakyat Indonesia, demi mencapai suatu cita-cita yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945; kedua, sebagai elaborasi dari prinsip-prinsip yang terkandung dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal dalam UUD 1945.

Rancangan PPHN bertujuan menjadi arah kebijakan jangka panjang pembangunan nasional, menggantikan peran GBHN yang dahulu diatur oleh MPR.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News