Membangun Tanah Papua dengan Adat

Oleh Dr. Ir. Mervin Komber - Dosen Universitas Pendidikan Muhamadiyah Sorong Papua Barat Daya

Membangun Tanah Papua dengan Adat
Anggota DPD/MPR RI Periode 2009-2014 dan Periode 2014-2019 Dapil Papua Barat, alumni Universitas Cenderawasih Papua 2003, Sekjen Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia 2006-2009, dan Dosen Tetap Universitas Pendidikan Muhamadiyah Sorong Papua Barat Daya Dr. Ir. Mervin Komber. Foto: Dokumentasi pribadi

Hal ini dengan sendirinya menjadi locus bagi penelitian para ahli ilmu alam, ilmu antropologi, ilmu bahasa, untuk menemukan variasi bahasa dan kebudayaan yang tidak terdapat di tempat-tempat lain di muka bumi ini (Boelaars: 1986).

Wilayah Adat di Tanah Papua

Pada awal tahun 2000-an Dewan Adat Papua dan Lembaga Masyarakat Adat Papua mengusulkan pembagian wilayah adat di Tanah Papua dan melahirkan tujuh wilayah adat di Tanah Papua, yang bertujuan melindungi hak masyarakat adat dan mempertahankan identitas kebudayaan.

Adapun tujuh wilayah adat dimaksud adalah: Mamta, La Pago, Mee Pago, Saireri, Ha Anim, Doberay dan Bomberay.

Wilayah adat ini digunakan untuk mengelompokkan suku-suku di Papua, karena sejak dahulu, orang asli Papua sudah mengenal batasan-batasan wilayah berdasarkan pembagian suku.

Batasan-batasan pembagian suku ini diwariskan secara turun-temurun dari para leluhurnya. Konsep pembagian suku didasarkan atas hubungan kekerabatan, perkawinan, hak ulayat, tipe kepemimpinan, ciri-ciri fisik, hingga geografis.

Sedari awal mesti disadari bahwa istilah “identitas orang Papua” ini tidak serta-merta membawa suatu makna tunggal. Maknanya amat beragam justru karena Papua sendiri dihuni oleh berbagai suku dengan adat istiadat yang amat beragam dan unik, namun dalam sejarahnya orang Papua sangat gampang menyatu dalam semangat adat.

Menurut Boelaars, ada suatu nilai yang dapat mengikat keanekaragaman identitas orang Papua itu yaitu dari caranya dia mendekati lingkungannya, sesama manusianya, dan dunia rohaninya. Hal ini yang mengikat mereka dengan “identitas orang Papua” sekaligus membedakan orang Papua dengan yang bukan Papua.

Membangun Tanah Papua dengan pola pendekatan adat, tidak perlu dibuatkan lembaga khusus seperti UP4B dan atau UKP OTSUS.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News