Membedah Dampak Negatif Pernikahan Dini
jpnn.com, JAKARTA - Fenomena pernikahan dini pada anak di bawah usia 18 tahun tidak hanya terjadi di perdesaaan, namun juga perkotaan.
Laporan dari UNICEF dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 mengungkapkan, satu dari tujuh anak perempuan yang hidup di daerah perkotaan menikah sebelum usia 18 tahun.
Perkawinan anak menyebabkan terputusnya fase masa remaja.
Seharusnya, pada fase itu merupakan periode bagi perkembangan fisik, emosional, kognitif, dan sosial mereka.
Namun, mereka sudah dihadapkan pada beban tanggung jawab rumah tangga, baik sebagai istri maupun seorang ibu.
“Memasuki kehidupan rumah tangga di usia remaja bukanlah hal yang mudah. Anak yang menikah sebelum 18 tahun sering dianggap sebagai orang dewasa dan harus memikul tanggung jawab yang sangat besar. Perkawinan usia anak juga sering membuat anak perempuan berhadapan pada berbagai persoalan rumah tangga yang berujung pada perceraian. Hal ini dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, atau mendorong mereka untuk memiliki pikiran untuk bunuh diri,” ujar psikolog Ajeng Raviando, Jumat (29/9).
Seorang anak seharusnya mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan kehidupan yang layak di mana dia terlindung dari berbagai macam bentuk kekerasan.
Berdasarkan laporan UNICEF, anak perempuan yang menikah sebelum berumur 18 tahun enam kali lebih sedikit kemungkinannya untuk menyelesaikan sekolah menengah dibanding perempuan yang menikah setelah berumur 18 tahun.
Fenomena pernikahan dini pada anak di bawah usia 18 tahun tidak hanya terjadi di perdesaaan, namun juga perkotaan.
- Demi Keluarga Indonesia, IKEA Hadirkan Bonding Instruction
- Edukasi Pentingnya Sarapan Sehat, BlueBand Bagikan 10 Ribu Porsi Makanan Gratis
- Ririn Kardila Putri Hubungkan Keluarga dan Dunia Melalui Konten Digital
- Azizah Salsha Terseret Banyak Rumor, Keluarga Merespons Begini
- Waka MPR Ingatkan Penguatan Keluarga Faktor Utama dalam Bangun Karakter Anak
- Kemenag Ajak Mahasiswa Jadi Agen Cegah Perkawinan Anak di Kalangan Generasi Muda