Mempersuasi Atapers

Mempersuasi Atapers
Mempersuasi Atapers

jpnn.com - YUK kita coba naik KRL di atas atap! Biar bisa masuk komunitas atapers –penumpang yang duduk dan tiduran di atap gerbong KRL. Biar menjiwai dan merasakan sensasi naik the real roller coaster. Tanpa sabuk pengaman. Tanpa helm. Bahkan, tanpa kursi, alias lesehan dengan kecepatan tinggi. Pasti daya pacu adrenaline-nya lebih dahsyat daripada diputar balik di Universal Studio Singapore! Pasti lebih seru dari uji nyali dengan makhluk-makhluk gaib itu.

Juga lebih menantang daripada memberi makan ikan hiu sambil menyelam di akuarium raksasa Sea World. Nah, kita bisa bercerita lebih detail pada pembaca. Gimana? Jawabannya: Wah, anak saya sudah dua, jadi yang lain saja! Maaf, perut saya tidak terlalu langsing lagi. Sudah sulit menghindari penghalang dan pengusir atapers. Sori, saya hobi BBM-an, di atap susah berkonsentrasi BBM? Saya kena lambung akut, mudah kembung kena semburan udara luar? Hmmm.. saya masih ingin hidup 1.000 tahun lagi! Ada yang beralasan, itu sudah masa lalu. Karena semasa kuliah di UI Depok, setiap hari harus menjadi penumpang KRL itu.

Begitulah jawaban mereka yang agak bersayap. Intinya, pertama takut jatuh. Kedua, takut cidera. Ketiga, takut mati tersengat listrik. Sensasi liputan yang satu ini risikonya terlalu ngeri, mengandalkan fisik dan sudah banyak contoh penumpang kehilangan nyawa mereka gara-gara tergelincir, jatuh, dan tersengat listrik. Tapi, mengapa atapers tetap saja setia tiarap di atas KRL itu? PT KA sepertinya juga sudah kehabisan stok “akal sehat” untuk mengatur mereka? Dari cara paling halus, setengah keras, sampai model kasar dan bahkan memaksa dengan ancaman pun pernah dicoba.

:TERKAIT Tetapi hasilnya selalu mental, alias tidak mempan. Di jalur padat, KRL Bekasi dan Bogor, tetap saja atapers menjadi kelas favorit. Adakah cara sosialisasi yang efektif dan diikuti tanpa paksaan oleh penumpang? Ditaati dengan segenap kesadaran? Atau, adakah cara menakut-nakuti yang betul-betul bikin merinding? Adakah hantu yang membuat mereka kapok dan nervous? Yang tidak harus mencelakakan penumpang dan mengancam nyawa mereka? Kalau diukur dengan satuan kilometer, historis ajakan untuk tidak nekat itu sudah panjang.

Mungkin lebih panjang dari Anyer-Panarukan? Pernah dicoba mengusir mereka dengan cara menyemprotkan cat di stasiun, agar muka, baju, celana dan sepatunya berwarna-warni? Harapannya, saat turun, penumpang ilegal itu berubah wajah menjadi mirip badut. Cara ini tidak mempan! Mereka bawa baju dua saat bekerja, ganti baju dulu.

Lalu cara lain, diberi kawat berduri penghalang di stasiun. Dalam hitungan normal, nyali orang akan keder melihat kawat mirip sarang laba-laba itu. Orang pasti ngeri nyangkut di kumparan kawat besi, bergerigi tajam itu. Mereka pun naik kereta dari luar stasiun, ketika kereta sedang melaju pelan-pelan. Masih bisa saja naik atap di saat kereta jalan.

Tak lama kemudian, dibawakan tang dan gergaji pemotong kawat. Cara menggertak ini pun tidak sukses! Lalu idenya makin galak, yakni dengan papan elastis yang posisinya persis di atas KRL, dengan jeda jarak hanya beberapa sentimeter. Kalau posisi penumpang atapers duduk saja, sudah pasti kena pukulan papan itu. Ya, mereka tetap bisa menghindar, bahkan saat kereta api berjalan pun. “Awaaaass perangkap!” begitu teriak mereka untuk memberi sinyal pada penumpang di gerbong selanjutnya.

Masuk akal kalau PT KA berkali-kali menepuk jidat untuk mempersuasi atapers agar sadar bahaya. Soal semprot menyemprot, itu juga sudah dilakukan modifikasi. Cairannya dibuat dari larutan gerusan cabe rawit yang pedas. Kalau percikannya kena mata, sudah otomatis, dia tidak akan bisa membuka mata sampai stasiun paling akhir. Hasilnya? Nihil, apalagi di saat-saat tertentu harga cabe melonjak mahal? Cara-cara itu betul-betul mirip film animasi andalan Walt Disney, Tom and Jerry, Uncle Donald Duck, Winnie de Pooh, Pink Panther, dll.

YUK kita coba naik KRL di atas atap! Biar bisa masuk komunitas atapers –penumpang yang duduk dan tiduran di atap gerbong KRL. Biar menjiwai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News