Mempertahankan Tradisi Malam Selikuran di Tengah Pertikaian

Penyandang gelar magister pendidikan Islam itu menjelaskan tradisi Malam Selikuran sudah ada sejak era Kerajaan Demak. Tradisi itu diwariskan secara turun-temurun ke Kerajaan Pajang, Mataram Islam, Kota Gede, Kartasura, hingga Surakarta dan Yogyakarta.
"Semuanya mengambil konsep yang sama, meneruskan adat istiadat dan internalisasi nilai Islam dalam budaya Jawa," tutur Muhtarom.
Pasukan drum band dari Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta melakukan kirab Malam Selikuran, Jumat (22/4). Foto: Romensy Agustino/JPNN.com
Namun, sejak 2018 terdapat dua upacara Malam Selikuran di Keraton Surakarta. Hal itu merupakan imbas konflik internal buah perebutan takhta.
Di satu sisi ada ada Malam Selikuran versi Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi atau Pakubuwana XIII.
Adapun di sisi lainnya ada Malam Selikuran yang diselenggarakan Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta pimpinan Kanjeng Gusti Ratu (GKR) Koes Moertiyah Wandasari atau Gusti Moeng.
Namun, Muhtarom menegaskan takmir Masjid Agung Surakarta tak mau terseret persoalan itu.
Keraton Kasunanan Surakarta sebagai pecahan Kerajaan Mataram mulai menghidupkan kembali tradisi Malam Selikuran pada era Pakubuwana IX.
- Prediksi BI, Ritel Tumbuh 8,3% saat Ramadan & Idulfitri
- Pengguna MyPertamina Meningkat Pada Periode Satgas Ramadan dan Idulfitri 2025
- Cerita Bahagia Artis Ira Siedhranata Pulang ke Tanah Kelahiran, Tebar Kebaikan di Ramadan
- Pemprov DKI Sebut Omzet Pedagang UMKM Naik Saat Ramadan, Turun Ketika Lebaran
- Pemudik Diimbau Pulang Lebih Awal Hindari Puncak Arus Balik, Manfaatkan Diskon Tol
- Lonjakan Kendaraan di GT Kalikangkung Saat Arus Balik Lebaran Capai 158 Persen