Menahan Lapar, Tidur di Trotoar Depan Istana

Menahan Lapar, Tidur di Trotoar Depan Istana
Para mahasiswa asal Karo yang melakukan aksi plester mulut di trotoar seberang Istana Negara, Kamis (19/6). Foto: Ken Girsang/JPNN.com

“Mereka merupakan adik-adik kita korban letusan Gunung Sinabung yang ingin berjuang tanpa mengenal pamrih. Mereka mahasiswa yang punya tekad, karena melihat ketidakadilan bagi Tanah Karo. Orangtua, adik-adik, saudara-saudara mereka dan ribuan masyarakat Karo korban letusan kini terancam kelaparan. Jadi mereka bertekad tidak akan kembali ke kampung halaman, kalau tidak ada solusi,” ujar Pagit yang begitu setia menemani para pengunjukrasa.

Pagit mengaku terenyuh atas sikap dan kekonsitenan ketiga mahasiswa ini. Karena mereka memerjuangkan sesuatu yang sesungguhnya benar. Apalagi pemakzulan Bupati Karo sudah melewati semua prosedur yang dibutuhkan. Termasuk keputusan dari Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan DPRD Kabupaten Karo.

Namun anehnya, Presiden hingga saat ini belum juga menerbitkan Keppres. Padahal jika dihitung dari jangka waktu diserahkan, sudah melewati batas waktu 30 hari sebagaimana diatur dalam pasal 123 ayat 4 huruf (e) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2005.

“Inilah potret penegakan hukum di negeri ini. Namun kami tetap mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Karena Dinas Kesehatan telah siap membantu meluncur ke lapangan manakala ada kondisi yang tidak kita inginkan. Dan semua itu gratis,” katanya.

Saat ditanya sampai kapan mereka akan menggelar aksi mogok makan, Pagit kembali menegaskan komitmen para pengunjukrasa, bahwa mereka akan terus bertahan hingga Presiden bermurah hati. Bahkan meski nyawa menjadi taruhan, karena tidak makan-makan.

“Jadi sekali lagi kepada pak Presiden, tolong lihat nasib kami masyarakat Karo. Janganlah kami dianaktirikan. Kepada masyarakat Karo, marilah kita bersama-sama bersatu menyuarakan tuntutan ini. Enda sangana ngandong. Ijah teman ngandong? Ngkai la reh ku jenda? Adi erkeyboard saja kena reh, kai antendu'e. (Ini saatnya kita menangis. Kemana kawan untuk menangis, kenapa tidak datang kemari. Kalau pesta saja baru datang, apa maksud kalian itu),” ujarnya.

Ketiga mahasiswa ini telah melakoni aksi mogok makan sejak Selasa. Namun hingga hari ketiga, belum terlihat adanya tanda-tanda Presiden akan memenuhi tuntutan mereka. Padahal Rabu kemarin, seorang mahasiswa terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit, karena mengalami kejang-kejang dan pingsan akibat tidak kuat menahan lapar dan haus.

“Tiba-tiba saja tadi siang (Rabu,red), sekitar Pukul 12.30 WIB, seorang teman kita mengalami kejang-kejang. Karena khawatir, kita coba mendudukkan yang bersangkutan. Kita ajak bicara-bicara, tapi dia tetap diam melanjutkan aksi tutup mulut,” ujar salah seorang pengujukrasa dari Gerakan Penyelamatan Tanah Karo Simalem (GPTKS), Julianus Sembiring, kemarin di Jakarta.

PLESTER berwarna hitam sepanjang sepuluh sentimeter, masih menutup mulut tiga mahasiswa asal Tanah Karo, Sumut,  yang melakukan aksi unjukrasa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News