Menangkan Centre Point, PN dan MA Dikecam

Menangkan Centre Point, PN dan MA Dikecam
Menangkan Centre Point, PN dan MA Dikecam

Sedangkan Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan tegas menyatakan ada oknum-oknum tertentu yang berusaha bermain merampas harta milik negara berupa aset PT KAI yang terletak di Jalan Jawa dan Jalan Madura, Kelurahan Gang Buntu, Medan Timur. Apalagi, sudah berdiri bangunan komplek Centre Point milik pengembang PT Arga Citra Kharisma (ACK).
 
Indikasinya, lanjut dia, lahan jelas milik negara dan itu dapat dibuktikan lewat berbagai surat kepemilikan yang sah. Namun Pengadilan Negeri (PN) Medan hingga Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasinya, memenangkan PT Arga Citra Kharisma (ACK) sebagai pemilik lahan dan memerintahkan agar lahan segera dieksekusi."Jadi kalau saya menyebut, dalam hal ini ada pihak-pihak yang bermain," ujar Kepala Humas PT KAI, Sugeng Priyono,  di Jakarta, kemarin.
 
Indikasi kedua, Sugeng tidak memungkiri pada sebagian lahan seluas 35.955 meter persegi yang menjadi objek sengketa, selama ini dikelola pihak swasta dengan sejumlah perjanjian.

"Tapi sewa menyewa lahan yang dilakukan PT KAI selama ini bukan dengan PT ACK. Jadi tidak ada hubungan hukum dengan mereka (PT ACK). Tiba-tiba mereka mendirikan bangunan di lahan milik PT KAI," katanya.

Penjelasan ini tentu saja cukup menimbulkan pertanyaan, bagaimana bisa PT ACK kemudian mendirikan bangunan di atas lahan milik negara, jika tidak ada perjanjian sama sekali. Menjawab keanehan tersebut Sugeng menerangkan, kemungkinan perusahaan tersebut berusaha membuat perjanjian dengan pihak-pihak di luar PT KAI atau oknum-oknum tertentu yang mungkin saja berasal dari PT KAI. "Nah dengan dasar itu mereka anggap tanah PT KAI yang digunakan orang lain, bisa disangoni," ujarnya.

Namun sayangnya Sugeng tidak menjelaskan dengan siapa PT ACK membuat perjanjian tersebut. Ia hanya menerangkan, sangat aneh jika kemudian uang pengganti yang hendak dibayarkan untuk lahan tersebut hanya senilai Rp13 miliar. Padahal lokasinya persis berada di jantung Kota Medan.

"Itu kan ring satu. Harga lahan di sana sangat tinggi. Kalau luasnya seperti luas aset milik PT KAI yang mereka klaim, nilainya bisa mencapai triliunan rupiah. Selain itu mestinya mereka juga membangun sebanyak 288 rumah dinas karyawan PT KAI dan sejumlah fasilitas umum lain. Namun hal tersebut juga tidak dilakukan sampai saat ini," katanya.

Karena itu, melihat sejumlah keanehan yang ada, Sugeng menegaskan PT KAI akan tetap memperjuangkan aset negara tersebut dengan sedaya upaya yang dilakukan semaksimal mungkin. Salah satunya memerkakarakan kasus ke ranah pidana.

"Itu kan aset negara. Kalau pun ada peralihan kepemilikan, harus ada izin dari Kementerian Keuangan. Tidak bisa perusahaan tiba-tiba nyangoni Rp13 miliar begitu saja, itu kurang bisa dipertanggungjawabkan. Aset negara kan tidak bisa antar pribadi, siapa yang bertanggungjawab," ujarnya
 
Sementara itu, Anggota Komisi D DPRD Kota Medan, Jumadi menilai, tindakan Pemko Medan melalui Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) dengan mengeluarkan surat stanvas (pemberhentian pembangunan) terhadap bangunan Centre Point di Jalan Jawa, dinilai kurang tegas dan memberikan peluang kepada pengembang. Seharusnya, bangunan tersebut dibongkar langsung karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

"Bangunan Centre Point itu harus dibongkar, bukan distanvas. Kalau hanya stanvas, berarti Pemko Medan memberikan peluang kepada pengembang. Padahal, sudah jelas Centre Point itu tidak memiliki IMB," kata Anggota Komisi D DPRD Kota Medan, Jumadi kepada Sumut Pos (Grup JPNN), Senin (26/8).

MEDAN- Praktisi Hukum, Muslim Muis mengatakan putusan MA (Mahkamah Agung) yang memenangkan PT ACK (Arga Citra Kharisma) atas lahan Jalan Jawa Medan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News