Mendagri: Kerajaan Itu Monarki!
Selasa, 30 November 2010 – 17:18 WIB
Ditegaskan, Pesiden SBY melontarkan statemen terkait masalah ini lantaran presiden mempertimbangkan kepentingan monarki dan kepentingan demokrasi. "Tapi Presiden baru ngomong seperti itu saja sudah ditanggapi macam-macam," ucapnya. Dia berharap publik bisa melihat persoalan ini secara jernih dan tidak menghadap-hadapkan Sultan HB X dengan presiden. "Karena ini adalah amanat UUD yang mengatakan gubernur, bupati dan walikota dipilih secara demokratis," terangnya.
"Presiden kan pengemban amanat rakyat untuk menjaga UUD, sekarang dibenturkan antara presiden dengan sultan. Presiden menjaga UUD, presiden dilarang melawan UUD. Presiden harus taat dan patuh pada UUD, maka itu harus ada kajian dari pres. Kan presiden tidak boleh bertentangan dengan UUD. Bahkan bisa diberhentikan jika melanggar UUD. Pasal 18 kan bilang dipilih secara demokratis, apa presiden mau melanggar itu?" cetusnya.
Dijelaskan, keputusan resmi baru akan disampaikan Rabu (1/12) usai sidang kabinet. Sidang kabinet ini akan membahas secara komprehensif RUU DIY. "Jadi sebenarnya, diskursus ini sudah terlalu awal dibahas. Baru presiden membuka pernyataan, akan membicarakan yang akan diberlakukan dalam UU DIY. Baru pengantar presiden saja, dimana pada satu pihak kita memperhatikan masalah monarki, dilain pihak ada amanat konstitusi dan aspirasi demokrasi. Tapi reaksinya sudah luar biasa," ungkapnya. (sam/ara/jpnn)
JAKARTA -- Mendagri Gamawan Fauzi secara tegas menyatakan, pemerintahan yang berbentuk kerajaan adalah monarki. Dia menyampaikan sinyal, bentuk monarki
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- PSI: Publikasi OCCRP soal Jokowi Adalah Suara Barisan Sakit Hati
- KAI Properti Menyambut 2025 dengan Doa dan Berbagi
- Tahun Baru, Dirnarkoba PMJ Kombes Donald Dipecat Buntut Kasus Pemerasan di DWP
- Ahok-Anies Akrab Mengobrol di Balai Kota, Siapkan Kejutan di 2025
- Anggota DPR Didik Melon Mulai Berjalan Kaki dari Jakarta ke Boyolali
- Jokowi Masuk Daftar Pemimpin Terkorup Versi OCCRP, Guntur Romli Colek KPK-Kejagung