Menebak Akhir atau Awal Turbulensi
Oleh Dahlan Iskan
”Saat ini arah ekonomi sudah berbalik. Sudah kembali naik,” ujar Purbaya. ”Ini karena Bapak Presiden (Jokowi) mau mendengarkan masukan saya,” guraunya.
Waktu itu Purbaya memang menjabat deputi pengelolaan isu strategis kepala staf kepresidenan. Tapi, sejak kepala stafnya berganti dari Luhut Pandjaitan ke Teten Masduki, doktor dari Purdue University, Indiana, Amerika Serikat, itu mengundurkan diri. ”Agar bisa bicara bebas,” katanya.
Saat menjabat di lingkungan istana pun, Purbaya mengaku tidak segan ngomong apa adanya kepada presiden. Termasuk kritik yang paling pedas. ”Kalau garis ini sampai melewati ini,” katanya sambil menunjukkan grafik yang terus menurun, ”Bapak Presiden bisa jatuh.”
Purbaya lantas menunjukkan grafik saat Pak Harto jatuh dan ketika Gus Dur jatuh dari jabatan presiden. Waktu Purbaya bicara dengan Presiden Jokowi, pertengahan tahun tadi, gambaran grafiknya mirip-mirip itu. ”Untung Pak Presiden segera ambil langkah. Rupanya perlu ditakut-takuti,” ujarnya dengan nada bergurau.
Grafik ekonomi yang segawat itu juga terjadi tahun 2009. Saat Pak SBY menjadi presiden. Tapi, Pak SBY langsung ambil langkah untuk membalikkannya. Dan berhasil gemilang.
Jadi, kata Purbaya, tiga bulan terakhir ini sebenarnya ekonomi sudah menunjukkan arah yang membaik. Memang, jelas dia, masih harus waspada. Kalau lengah masih akan berbahaya di bulan Maret nanti.
Jadi, kita bisa berharap tahun depan ekonomi membaik. Sedikit. Bukan meroket. Setidaknya tidak akan seburuk 2015: tahun yang penuh turbulensi. Ekonomi maupun politik.
Adakah kasus ”papa minta saham” ini akhir dari turbulensi? Atau awal dari turbulensi yang lebih besar?