Menelusuri Jejak Perang Dingin di Checkpoint Charlie, Berlin

Tetap Dijaga Dua "Tentara" yang Selalu Ngajak Foto

Menelusuri Jejak Perang Dingin di Checkpoint Charlie, Berlin
BERSEJARAH: Pos Checkpoint Charlie di Friedrichstadt, Berlin, Jerman. Dulu menyeramkan, kini menyenangkan. (Salsabyl A’dn/jawa pos)
Setahun berselang, perhatian dunia kembali terarah ke Checkpoint Charlie. Kali ini dipicu kematian Peter Fechter, remaja Jerman Timur. Pada 17 Agustus 1962 remaja tersebut ditembak tentara Soviet saat mencoba kabur ke Jerman Barat melalui Checkpoint Charlie. Tentara AS tak bisa berbuat apa-apa karena si remaja masih berada di daerah kekuasaan Soviet.

Ketegangan terus berlanjut ketika jasad Fechter dibiarkan tergeletak di pagar kawat selama satu jam. Sebab, tentara Soviet takut ditembak tentara sekutu jika mendekat ke perbatasan. Setelah peristiwa itu, orang Amerika yang berdomisili di Jerman menggelar demonstrasi. Mereka memprotes tindakan keji Uni Soviet dan Jerman Timur serta pembiaran yang dilakukan Jerman Barat.

Tembok Berlin dan pos-pos checkpoint akhirnya diruntuhkan pada 1989, menyusul kesepakatan politik kedua pihak. Setahun kemudian, sekitar Oktober 1990, fungsi pintu masuk ke Jerman Barat maupun Jerman Timur dihilangkan menyusul penggabungan pemerintah Jerman. Lalu, sepuluh tahun setelah penghapusan itu, Allied Museum membangun replika pos checkpoint. Replika itulah yang kini menjadi tujuan favorit wisatawan asing bila berada di Berlin.

"Ini hari kedua saya di Jerman. Saya langsung berniat ke sini (Checkpoint Charlie, Red) karena suka sekali sejarah. Pemandangannya seperti membawa saya ke masa perang dingin dulu," ujar Nika, mahasiswi jurusan pariwisata Slovenia.

Berlin mungkin bukan kota teramah bagi turis asing. Namun, ibu kota Jerman itu masuk 50 besar kota turisme terbaik di dunia. Salah satu andalannya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News