Menelusuri Penyebab Tingginya Angka Kematian Anak Akibat Virus Corona di Indonesia
IDAI termasuk yang mendukung agar anak-anak tetap belajar di rumah.
Awal pekan lalu (01/06), Menteri Pendidikan Muhadjir Effendi mengatakan, Presiden Jokowi akan menunda masuk sekolah sampai akhir tahun 2020 karena "terlalu besar risikonya untuk anak".
Photo: Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mendorong gerakan akar rumput untuk mengatasi pandemi. (Supplied: Dr Hermawan Saputra)
Meski menyambut baik upaya pemerintah yang menunda masuk sekolah hingga akhir tahun 2020, IDAI mengingatkan, rencana ini tidak cukup.
"Kami apresiasi [penundaan masuk sekolah]. Tapi kapasitas tes juga harus ditambah dan pelayanan kesehatan untuk anak terus berjalan," kata Aman.
Untuk keperluan ekstrapolasi data secara akurat, IDAI menyarankan agar pemerintah dan pihak swasta melakukan pemeriksaan rt-PCR secara masif, yakni 30 kali lipat dari jumlah kasus konfirmasi COVID-19, termasuk juga pada kelompok usia anak.
'Berserah diri pada alam'
Kenali dampak psikologi pandemi virus corona di Indonesia dan cara mengatasinya.
Sementara itu, dr Hermawan mengakui memang ada tantangan topografi, geografi, dan demografi Indonesia jika dikaitkan dengan kapasitas deteksi atau tes COVID-19.
Seorang bayi laki-laki berusia sembilan bulan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang sebelumnya dinyatakan positif tertular virus corona meninggal dunia Rabu pekan lalu (27/05).
- Digitalisasi untuk Mendorong Pengembangan Pariwisata Indonesia Perlu Dilakukan
- Universitas Bakrie Jadi Jembatan Pengembangan Industri Halal Antara Indonesia dan Filipina
- PKN Membantu Pemerintah untuk Mengentaskan Masalah Stunting
- Latihan Militer Terpisah dengan Rusia dan Australia, Indonesia Tak Ingin Dikuasai oleh Siapa Pun?
- Pendidikan dan Pengalaman Kerja Migran, Termasuk Asal Indonesia, Belum Tentu Diakui Australia
- Apakah Bentrokan Indonesia dengan Kapal Tiongkok di Laut China Selatan Pertanda Konflik?