Menelusuri Perjuangan Petani Indonesia demi Secangkir Kopi Warga Australia
Nilai jual tinggi ini mencerminkan ada usaha yang lebih banyak dilakukan petani untuk memproduksi kopi arabika dari tanaman yang harus dirawat secara teratur.
Photo: Sri Wahyuni mengatakan kopi arabika populer di Gayo karena mudah diproduksi dan harganya lebih tinggi. (Koleksi pribadi)
Di lahan perkebunannya yang tidak mencapai satu hektar, Sri mengatakan dapat menghasilkan Rp5-6 juta sekali panen.
Menurut Sri, pendapatan tersebut seharusnya bisa lebih tinggi. Tapi karena ia baru pindah ke Banda Aceh, perkebunannya kini dikelola keluarganya dan hasil panennya tidak sempat diolah.
"Kalau diolah menjadi bubuk kopi, hasilnya lumayan, bisa dijual sampai Rp300 ribu per kilo. Tapi kalau gelondong, 10 liter hanya dapat uang Rp10 ribu," kata Sri.
Photo: Produksi kopi arabika di Indonesia hanyalah 27,16 persen, bila dibandingkan dengan robusta yang mencapai 72,84 persen. (Foto: Alan Schaller, Union Hand-Roasted Coffee))
Pengaruh perubahan cuaca di perkebunan kopi
Sri yang juga pengacara menghabiskan hampir seluruh hidupnya di lingkungan perkebunan kopi di Gayo milik keluarganya, yang berumur 40 tahun.
"Keluarga besar saya di Gayo dan semuanya adalah petani kopi," kata Sri yang juga seorang aktivis lingkungan.
Biji kopi asal Indonesia sudah dijual dan dihidangkan menjadi secangkir espresso atau cappucino di banyak negara, termasuk di kota Melbourne yang terkenal akan budaya 'ngopi'-nya
- Sebuah Gelombang Besar yang Menerjang Asia
- Dunia Hari Ini: Kebakaran Hutan Masih Ancam negara Bagian Victoria di Australia
- Pemprov Kalsel Siapkan 41.829 Hektare Untuk Optimalisasi Lahan Rawa
- Yayasan GSN Salurkan Pupuk Gratis dan Sprayer ke Petani di Magelang
- Dunia Hari Ini: 51 Pria Dijatuhkan Hukuman Atas Kasus Pemerkosaan Prancis
- Petani Humbang Hasundutan Berhasil Kembangkan Bawang Merah dari Biji, Hasilnya Luar Biasa