Mengapa Pelaku Bisnis Online Tetap Perlu Memiliki Toko Fisik
Seiring dengan semakin matangnya industri belanja online di Australia, sejumlah situs toko online mendapati ternyata mereka tetap perlu merangkul lebih banyak saluran agar situsnya berkembang. Seperti dengan mendirikan toko pop-up, showroom atau bahkan toko permanen.
Di Amerika Serikat, perusahaan belanja online raksasa Amazon.com berencana membuka beberapa gerai dan loket penjemputan [belanja] untuk pelanggan. Hal ini telah dilakukan Amazon.com di tiga toko buku mereka di di pantai barat.
Tetapi apakah masa depan industri ritel digital benar-benar kuat?
Dituntut 'lincah dan menghampiri pelanggan'
Ketika Lana Hopkins meluncurkan toko online-nya yang diberi nama ‘Mon Purse’ pada tahun 2014, ia memiliki gagasan bahwa dalam dua tahun kemudian ia harus sudah membuka outlet di department store Myer di tiga negara bagian dan sebuah toko di Sydney.
Tapi setahun setelah meluncurkan usahanya, dia bertemu dengan seorang pengecer berbasis di New York ketika dia sedang melakukan perjalanan.
Ketika dia bertanya apa hal berbeda yang seharusnya dia lakukan dahulu, dia mengatakan dia akan membuka sebuah toko dan berkantor diatas toko tersebut.
"Informasi yang anda pelajari dari para pelanggan secara langsung di toko terkadang jauh lebih kurang terukur dibandingkan secara online, jadi ini soal memiliki kemampuan untuk menjadi lincah, jadi benar-benar menghampiri pelanggan.†kata Hopkins.
Waktunya untuk jadi 'phygital'
Bisnis yang ditekuni Lana Hopkins yakni menjual barang-barang dari kulit yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan konsumen seperti tas tangan dan dompet, saat ini juga sedang berusaha melakukan apa yang oleh industrinya dinamakan "Strategi phygital", yakni mencari cara-cara untuk mendapatkan konsumen baik secara online maupun offline.
"Apa yang para peretail cari saat ini adalah pelanggan yang menuntut dan mendapatkan nilai dari berbagai model sentuhan dengan merek pilihan mereka,†kata Paul Greenberg, salah pemain awal di industri toko online Australia dan pendiri NORA, lembaga induk untuk pengecer online baru.
"Akibatnya saat ini kami melihat para pengecer online kian banyak yang beralih mengupayakan semacam hubungan 'phygital' dengan pelanggannya.
"Hubungan ‘phygital’ bisa diwujudkan dalam bentuk yang macam-macam, mulai dari toko pop-up atau truk dan kendaraan milik pengecer, showroom atau bahkan kemitraan dengan pengecer yang sudah memiliki nama.â€
Mengingat hal ini melibatkan biaya yang lebih murah, Greenberg mengatakan membuka toko online merupakan salah satu cara terbaik untuk memulai bisnis ritel atau pengecer.
"Gagasan memulai sebuah usaha yang berbentuk fisik cenderung lebih membebani ketimbang memulai bisnis online,†katanya.
"Tapi pada tahap tertentu bisnis ini memang harus beralih menjadi usaha ritel yang lebih terpusat, yang artinya mungkin tidak hanya berbentuk website dan toko saja; Saya pikir itu sangat jelas. "
Pusat perbelanjaan masih tujuan belanja utama
Belanja online di Australia saat ini mencakup 7 persen dari total penjualan ritel nasional. Data ini didasarkan pada angka yang diterbitkan oleh Bank Nasional Australia.
Meski tingkat pertumbuhannya amat tinggi, namun saat ini, belanja online masih belum menjadi cara atau metode belanja utama yang dipilih warga Australia. Hal ini dikatakan analis ritel, Brian Walker, Direktur Eksekutif Retail Doctor Group.
"85 persen transaksi belanja di Australia dilakukan di pusat perbelanjaan, dimana kita, secara per kapita, memiliki jumlah tertinggi di dunia,’ kata Walker.
"Itu merupakan bagian dari struktur sosial dan masyarakat kita. Jadi kita dalam hal lokasi tujuan belanja, masyarakat kita lebih memilih toko yang berbentuk secara fisik.â€
Di samping bisa melakukan interaksi sosial, toko yang berbentuk fisik juga menawarkan keuntungan dari berinteraksi dengan produk itu sendiri.
Permainan utama: Dolar di mesin kasir
"Secara rata-rata toko retail khusus berhasil membujuk sekitar satu dari lima pelanggan untuk benar-benar bisa membeli sesuatu," kata Walker.
"Sementara toko online berhasil membujuk hanya 2 sampai 3 persen. Jadi sementara pemain ritel online murni mungkin berbicara tentang jumlah pengunjung yang unik, berapa banyak uang yang berhasil mereka dapatkan tetap menjadi topik yang sesungguhnya,â€
Tapi sementara uang mungkin lebih banyak mengalir ke mesin kasir di toko offline, biaya memiliki gerai tersebut juga lebih tinggi.
Pelajaran semacam inilah yang telah dipelajari oleh Jodie Fox, pendiri toko sepatu yang dapat disesuaikan ‘Shoes of Prey’, yang dianggap sebagai anak angkat dari percampuran bisnis ritel fisik dan digital.
Awal bulan ini ‘Shoes of Prey’ mengumumkan kalau mereka menutup konsesi di sejumlah department store di Australia dan Amerika Serikat karena memutuskan untuk kembali ke akarnya sebagai toko online.
Meskipun ini terbilang sebagai kemunduran bagi Shoes of Prey, namun menurut Paul Greenberg banyak toko online mendapati mereke perlu beberapa jenis kehadiran fisik, jika tujuan mereka adalah untuk benar-benar untuk mengembangkan bisnis mereka.
Diterjemahkan pukul 19:00 WIB, 1/11/2016, oleh Iffah Nur Arifah. Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.
Lihat Artikelnya di Australia Plus
Seiring dengan semakin matangnya industri belanja online di Australia, sejumlah situs toko online mendapati ternyata mereka tetap perlu merangkul
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Inilah Sejumlah Kekhawatiran Para Ibu Asal Indonesia Soal Penggunaan Media Sosial di Australia
- Dunia Hari ini: Trump Bertemu Biden untuk Mempersiapkan Transisi Kekuasaan
- Dunia Hari Ini: Penerbangan dari Australia Dibatalkan Akibat Awan Panas Lewotobi
- Dunia Hari Ini: Tabrakan Beruntun Belasan Mobil di Tol Cipularang Menewaskan Satu Jiwa
- Korban Kecelakaan WHV di Australia Diketahui Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga di Indonesia
- Trump Menang, Urusan Imigrasi jadi Kekhawatiran Warga Indonesia di Amerika Serikat