Mengapa Tak Boleh Ada Aplikasi Alkitab Bahasa Minang di Indonesia yang Beragam?
Leonard menambahkan pemerintah bisa menggunakan perangkat hukum seperti Undang-undang ITE dan KUHP, meskipun kedua hukum tersebut cukup bermasalah.
"Tapi Undang-undang itu pun dilewatin. Undang-undang yang bermasalah itu aja dilewatin, enggak dipake. Jadi ini preseden yang buruk," tutur Leonard.
Photo: Akademisi Universitas Kristen Duta Wacana, Leonard Chrysostomos Efapras. (Supplied: Leonard Chrysostomos Efapras.)
Lebih lanjut Leonard menilai Gubernur Sumatera Barat yang sebelumnya hanya menggunakan ruang politik, kini menggunakan media digital sebagai ruang tarung baru simbolik.
"Playstore itu kan digital marketplace. Itu adalah ruang sosial yang berbeda dengan ruang sosial yang diklaim sebagai bertolak belakang dengan adat dan budaya masyarakat Minangkabau," ujar Leonard.
"Adat Basandi Syarak itu berada bukan di ruang digital itu, intinya di ruang sosial yang sesungguhnya, melalui perjumpaan dengan mahluk sosial."
Selain itu, Leonard mengatakan dasar yang dipakai Gubernur Sumbar untuk menghapus aplikasi Alkitab berbahasa Minang adalah reduksi dari kearifan lokal.
Kepada ABC Indonesia, Leonard menjelaskan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah adalah "local wisdom", sebuah nilai dan proses agregasi praktik sosial dan budaya yang dilakukan berabad-abad lamanya.
Apilkasi Alkitab berbahasa Minang sejak pekan lalu hilang dari Google Play Store setelah Gubernur Sumatera Barat meminta aplikasi tersebut dihapus dengan alasan adat dan budaya Minangkabau
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata