Mengejar Bayangan yang Melelahkan
Minggu, 26 September 2010 – 00:44 WIB
Jam 05.00 subuh kami mulai bergerak lagi. Kali ini menuju Poliwali dan Barru. Hampir saja ada masalah. Mobil kami tabrakan. Depannya ringsek. Isteri saya terlempar dari tempat duduknya. Kami semua selamat. Alhamdulillah. Kami pun dievakuasi ke mobil kijang dan bisa sarapan dengan enaknya di kantor PLN ranting Poliwali: nasi kuning, ikan tongkol, ayam kampung bumbu bali dan kue-kue setempat.
Sepanjang pantai Barat Sulawesi ini indahnya bukan main. Kelak, kalau wilayah ini kaya dan rumah-rumahnya bagus, kawasan ini tidak akan kalah menarik dengan sepanjang pantai barat Itali menuju Monaco itu. Atau kawasan barat pantai Norwegia dari Bergen ke Tromso itu. Saya percaya kecukupan listriklah salah satu factor yang penting untuk memajukan ekonomi itu. Karena itu saya sering bercerita kepada teman-teman PLN bahwa kita ini tidak hanya sekedar bekerja untuk menyediakan listrik tapi jauh menjangkau yang di belakang itu.
Rencananya kami makan siang di Pare-Pare. Teman-teman cabang setempat sudah mengaturnya. Tapi beribu maaf, kami harus mendahulukan mengecek PLTU Barru 2x50 MW yang tidak jadi-jadi itu. Kami sepakat makanannya dibungkus saja dan dilarikan ke PLTU Barru. Sekali lagi kami menemukan persoalan di sini. Boiler dan kelengkapannya sudah beres, tapi turbinnya yang molor. Bahkan fondasi turbinnya belum jadi. Padahal setelah itu masih harus bikin platform di atasnya sebelum mendudukkan turbin dan mengesetnya.
Saya terpaksa agak bicara keras kepada kontraktornya. Tentu dalam bahasa mandarin sehingga seluruh staf tidak perlu tahu isinya. Tapi dia juga punya alasan: sub kontraktornya terlalu lambat bekerja dan terlalu sedikit mengirim peralatan kerja. Karena sub kontraktornya dari Jakarta tentu banyak teman yang bisa marah dalam bahasa sendiri. Makanan yang dibungkus itu sebenarnya enak sekali. Tapi suasana marah memang bisa membuat susu sebelanga tidak ada artinya.