Mengejar Bayangan yang Melelahkan
Minggu, 26 September 2010 – 00:44 WIB
Kembali ke mobil, istrri saya bertanya lirih dengan tenggorokan yang terganjal: kita ke mana lagi? Masih berapa lama lagi? Pertanyaan itu diajukan rupanya karena mabuknya tidak lebih baik. Pembangunan jalan yang tidak jadi-jadi antara Pare-Pare Makassar membuat perjalanan lambat, berguncang dan berdebu.
Di dalam pesawat yang membawa saya ke Jakarta saya teringat fakta ini: keadaan listrik Sulawesi saat ini masih seperti di Jawa tahun 1978. Inilah dendam yang harus terbalaskan!
Dalam perjalanan panjang ini saya seperti mendapat durian runtuh. Nun di Gorontalo, seorang insan PLN memiliki ide yang brilian untuk memecahkan problem beban puncak yang selalu menyulitkan PLN. Namanya Arifin Akuba. Dia kepala cabang setempat. Saya kaget bahwa dia lulusan Unhas. Saya pikir mahasiswa Unhas itu hanya bisa berantem.
Ternyata ada yang brilian seperti Arifin. Saya juga lupa bahwa Wirabumi dan Ahmad Siang itu juga lulusan Unhas. Sarjana elektro Unhas tadinmengusulkan agar di rumah pelanggan dipasang mcb khusus. Mcb ini bisa secara otomatis akan mengendalikan pemakaian daya pada jam-jam beban puncak. Ide seperti inilah, seperti juga ide-ide lain yang jumlahnya ratusan dari seluruh insan PLN se Indonesia yang membuat saya selalu bersemangat. Saking semangatnya, dari bandara Makassar saya telepon direksi di Jakarta: bisa nggak dari bandara Cengkareng saya langsung ke kantor untuk rapat direksi.
"Bisa", jawab semua direksi. Ide ini dan ide-ide yang lahir dari banyak teman di sepanjang perjalanan ini segera jadi keputusan direksi secara utuh. Termasuk mcb model Gorontalo tadi.