Mengenang Kudatuli, Pembuka Jalan Megawati ke Puncak Kekuasaan

Oleh: Andus Simbolon*

Mengenang Kudatuli, Pembuka Jalan Megawati ke Puncak Kekuasaan
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Foto: dokumen JPNN.Com

Jika melihat logika politik saat itu, sejatinya Megawati dan pendukungnya sudah game over, karena tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk terus bertahan dan mempertahankan legalitasnya. Ternyata  perkiraan pemerintah  saat itu meleset.

Megawati bukan tipe pemimpin yang mudah menyerah dan putus asa, apalagi putri Proklamator RI Soekarno itu meyakini sebagai pihak yang benar. Karena itu Megawati terus bergerak  mengadakan konsolidasi  kepada pengurus PDI di daerah yang masih mengakui kepemimpinannya.

Dengan segala keterbatasan, Megawati sebagai ketua umum  bersama  Alex Litaay (alm), Haryanto Taslam (alm), Noviantika Nasution,  Soetardjo Suryoguritno (alm), Jhon Sara (alm) dan Mangara M Siahaan (alm)  terus menerus menyemangati pendukungnya supaya tidak menyerah  memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Mereka inilah ujung tombak yang mempertahankan DPP PDI produk munas dari puing-puing kehancuran. Tentu saja hal itu bukan pekerjaan enteng. karena penguasa sudah tidak mengakui keberadaan PDI di bawah pimpinan Megawati.

Legalitasnya PDI Megawati sudah tercabut taatkala pemerintah dan ABRI mengakui PDI  Soerjadi-Buttu Hutapea. Dengan demikian, semua gerakan-gerakan PDI di bawah Megawati di seluruh tingkat kepengurusan dilarang, diawasi, bahkan diintimidasi.

Tidak heran, pengurus-pengurus PDI pendukung Megawati ini sering berurusan dengan aparat  kepolisian dan aparat militer. Mau tidak mau pendukung Megawati selalu melakukan kegiatan kepartaian secara sembunyi-sembunyi dan berhati-hati supaya tidak terdeteksi penguasa di daerah. Jangan bermimpi jika mereka ini bakal mengantongi izin jika mau mengadakan kegiatan.

Markas PDI Megawati kemudian harus berpindah, karena sebuah rumah yang dijadikan kantor di kawasan Jakarta Timur disegel aparat pemerintah setempat.  Bisa ditebak, tindakan Pemerintah Kota Jakarta Timur itu tidak lain  untuk melaksanakan keputusan  pemerintah pusat yang  tidak mengakui  PDI  pimpinan Megawati.

Pendukung Mega pun bersiasat dengan memanfaatkan sebuah ruko di kawasan yang tidak jauh lokasi pertama untuk dibuat sebuah  sekretariat, tetapi disamarkan dalam sebuah kantor yayasan.

TEPAT pada tanggal 27 Juli, 20 tahun silam, sebuah catatan kelam mewarnai sejarah Indonesia. Hari itu, Sabtu, terjadi penyerbuan ke kantor Partai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News