Mengenang Rachmawati Soekarnoputri

Oleh Prof. Tjipta Lesmana*

Mengenang Rachmawati Soekarnoputri
Ketua Dewan Pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS) Rachmawati Soekarnoputri. Foto: arsip JPNN.com/Ricardo

Bu Rachma yang duduk di kursi roda tampak terkejut dan agak “cemberut” mendengar pertanyaan itu. Namun, belia segera menjawab dengan suara lantang: “Masa sandiwara sih ?!! Ya, sungguhan...”

Syahdan, pertemuan pertama saya dengan Ibu Rachmawati didominasi pembicaraan tentang kritik tajam beliau terhadap pemerintahan Megawati. Tentu, saya tidak bisa buka konten perbincangan kami itu dalam tulisan ini.

Namun, secara garis besar ada beberapa hal yang bisa saya ungkap di sini:
a. Terdapat perbedaan tajam antara Bu Rachma dengan visi-misi Presiden Megawati soal pengelolaan pemerintahan.
b. Bu Rachma kecewa karena Pancasila dan ajaran Trisakti Bung Karno tidak dijalankan secara konsisten oleh pemerintah.
c. Harapan kuat Bu Rachma ialah agar UUD 1945 bisa dikembalikan ke naskah aslinya. Di mata Bu Rachma, UUD 1945 hasil amendemen telah merusak Indonesia, dan menggiring negara dan bangsa kita menyimpang dari cita-cita perjuangan para founding fathers, terutama Soekarno.

Bu Rachma jelas sangat obsesif terhadap pelaksanaan ideologi Pancasila. Beliau menginginkan Pancasila sunguh-sungguh dilaksanakan, tidak hanya lip service.

Beliau amat sangat sedih, bahkan sempat meneteskan air mata di depan saya ketika menyinggung Pancasila yang tidak dilaksanakan secara konsisten oleh Orde Baru ataupun pada masa reformasi. Secara implisit beliau menyebut Ibu Mega –dalam posisi sebagai Presiden RI- punya peluang emas untuk melaksanakan Pancasila secara konsisten.

Diskusi kemudian berbelok ke hubungan antara Pancasila dengan UUD 1945. Menurut Bu Rachma, Pancasila makin “dipinggirkan” sejak UUD 1945 diamendemen mulai 1998 hingga 2002.

Ketika itu Bu Rachma sudah menyuarakan desakan supaya UUD 1945 diluruskan lagi: kembali ke naskah asli. Setelah Bu Rachma mengetahui saya duduk di Komisi Konstitusi MPR 2003-2004, beliau pun memberondong saya dengan satu pertanyaan tajam: bagaimana pelaksanaan UUD 1945 setelah diamendemen?

“Sudah jauh menyimpang, Bu !” jawab saya. “Nah, tugas Anda dan kawan-kawan yang masih memiliki idealisme untuk mengembalikan UUD 1945 ke naskah aslinya," kata beliau.

Bu Rachma amat sangat sedih, bahkan sempat meneteskan air mata ketika menyinggung Pancasila yang tidak dilaksanakan secara konsisten oleh Orde Baru ataupun masa reformasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News