Mengkaji Wacana Wadah Tunggal KPK Dalam Pemberantasan Korupsi

Oleh: DR. I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi 3 DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan

Mengkaji Wacana Wadah Tunggal KPK Dalam Pemberantasan Korupsi
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Dr. I Wayan Sudirta. Foto: Dokumentasi pribadi

Kita harus banyak belajar dari pengalaman terdahulu yang seringkali dikaitkan dengan penyalahgunaan (abuse of power).

Sebagaimana kutipan Lord Acton yang sangat dikenal yakni: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”, maka hadirnya kewenangan tunggal sangat berpotensi terjadi sebuah otoritarianisme dalam penegakan hukum korupsi.

Kolektivitas senatiasa harus ada dalam mencegah absolutisme. Kewenangan absolut terhadap satu lembaga akan selalu bersinggungan dengan prinsip-prinsip dalam Hak Asasi Manusia.

Jika benar wacana wadah tunggal KPK tersebut tentu membutuhkan banyak perubahan dan perbaikan terhadap beberapa instrument, termasuk perubahan UUD 1945. Masih diperlukan juga aturan-aturan terkait pengawasan yang menjamin independensi dan pencegahan penyalahgunaan kewenangan secara komprehensif dan ketat.

Hal ini sangat berat sesungguhnya mengingat penyalahgunaan kewenangan atau politisasi terhadap KPK dan seluruh program pemberantasan korupsi akan sangat masif dampaknya.

Terlebih penyalahgunaan tersebut merupakan bagian dari tindak pidana korupsi yang juga merugikan negara dan sistem kenegaraan itu sendiri.

Kita mengetahui bahwa kasus korupsi bukan kasus yang bisa dianggap remeh, maka penanggulangannya juga membutuhkan lembaga yang sangat kredibel dan terjamin independensi dan netralitasnya.

Inilah yang sulit dan membutuhkan kerjasama, tidak sesulit jika dibuat dalam format multi-lembaga.

Sesuai dengan tujuan pembentukkannya, KPK bukan dirancang untuk wadah tunggal namun untuk menguatkan dan mendorong (trigger) efektivitas pemberantasan korupsi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News