Mengunjungi Epsom College, Kampus Asrama Inggris Pertama di Malaysia
Bisa Sekolah sejak Balita hingga Lulus SMA
Tak mengherankan, sambung Tony, jika di kemudian hari banyak rekannya di AirAsia yang menjadi alumnus Epsom.
Dengan pendanaan puluhan juta USD, sebagai chairman of the governors, Tony membangun sekolah asrama Inggris yang pertama di Malaysia itu. Agar tak menghilangkan kultur Inggris, Epsom di Malaysia tetap mengadopsi kurikulum Epsom College Inggris. Termasuk guru-gurunya berasal dari Inggris.
Sekolah yang mampu menampung 900 siswa putra dan putri itu bakal memiliki fasilitas asrama untuk anak usia 11-18 tahun. Sekolah tersebut juga menampung siswa dari usia balita, 2 tahun, hingga 11 tahun yang masuk kategori preschool. Hanya, untuk kategori tersebut, mereka tidak wajib tinggal di asrama.
Kompleks sekolah internasional seluas 20,24 hektare tersebut memang belum kelar semua. Bagian interiornya masih diselesaikan, khususnya di ruang teater. Dinding ruangan yang dirancang untuk 600 kursi dengan panggung dan layar yang memadai itu baru akan dicat. Begitu pula dengan instalasi listriknya, juga belum terpasang semua.
Namun, Tony yakin pembangunan kompleks sekolah itu akan selesai tepat waktu sebelum dibuka secara resmi pada September 2014. “Kami yakin selesai sesuai target. Pendanaan kami juga cukup,” ujar pria yang lahir 30 April 1964 tersebut.
Fasilitas yang sudah siap digunakan, antara lain, lapangan olahraga outdoor. Misalnya, lapangan sepak bola dengan rumput sintetis berstandar FIFA (induk organisasi sepak bola dunia). Tony sempat mencoba bermain sepak bola di lapangan itu. Di hadapan wartawan dari berbagai negara yang diundang, Tony melepas jas hitamnya, lalu bersiap menendang bola.
“Saya tak menyangka uang saya bisa untuk membangun lapangan sebagus ini,” tuturnya, lantas menendang bola ke arah gawang dengan sepatu pantofelnya.
Selain lapangan sepak bola, juga ada dua lapangan rugbi, tiga lapangan skuas skuas, lapangan kriket, basket, serta fitness centre. Sekolah yang berjarak hanya 15 menit dari Kuala Lumpur International Airport (KLIA) serta Low Cost Carrier Terminal (LCCT) itu juga dilengkapi fasilitas untuk bermain musik, pameran seni dan desain, 80 ruang kelas, dan studio rekaman.
Sukkses mengembangkan bisnis penerbangan, founder AirAsia Group Tony Fernandes melebarkan sayap ke bidang pendidikan. Tony tengah membangun kompleks
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara