Mengunjungi Istanbul, Ibu Kota Budaya Eropa 2010
Kesulitan Komunikasi, Bisa Cari Relawan Berkaus Hijau Toska
Senin, 30 Agustus 2010 – 08:08 WIB

Miniaturk, salah satu tujuan wisata baru di Istanbul. Foto : Lutfi Rakhmawati/ Radar Jogja/JPNN
Mehmet Ozner, 19, relawan yang bertugas di pelataran Masjid Sultanahmet (lebih populer dengan sebutan Masjid Biru) membenarkan soal minimnya kemampuan berbahasa Inggris warga Istanbul.
''Kami selalu menyambut kedatangan para tamu (turis, Red) dengan tangan terbuka. Tetapi, bahasa Inggris kadang menjadi kendala. Biasanya, warga memahami beberapa kata yang diucapkan wisatawan seperti ketika bertanya tentang arah. Warga paham maksudnya, tapi tidak bisa menjawab,'' paparnya.
Warga Istanbul sering menunjukkan keramahan dengan banyak tersenyum. Mereka juga berusaha memahami lawan bicara sebaik mungkin. Hanya, jawaban yang sering keluar dari mulut mereka adalah No English, Turkish Only (tidak bisa berbahasa Inggris, hanya berbahasa Turki).
''Jawaban seperti itu sering dikeluhkan turis,'' ujar Mehmet. ''Karena itu, kami disebar di berbagai titik agar bisa membantu para turis soal komunikasi atau memberikan informasi penting tentang kota ini,'' lanjut pemuda yang tahun ini memulai studi di Bosphorus University tersebut.
Bersama Kota Pécs di Hungaria dan Essen di Jerman, Kota Istanbul dinobatkan sebagai Ibu Kota Budaya Eropa (European Capital of Culture) pada
BERITA TERKAIT
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu
- Kontroversi Rencana Penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer, Apresiasi Terhalang Stigma Kiri
- Kisah Jenderal Gondrong ke Iran demi Berantas Narkoba, Dijaga Ketat di Depan Kamar Hotel
- Petani Muda Al Fansuri Menuangkan Keresahan Melalui Buku Berjudul Agrikultur Progresif
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara