Mengunjungi Perkampungan Muslim Indonesia di Ho Chi Minh City
Hanya Para Lansia Yang Masih Bisa Berbahasa Indonesia
Kamis, 09 Agustus 2012 – 00:24 WIB
Sejarah kedatangan warga Bawean di Ho Chi Minh sama dengan tahun berdirinya masjid tersebut. Masjid itu dibangun pada 1885 oleh sekelompok buruh karet dari Indonesia. Nah, kelompok itu kemudian membaur dengan masyarakat setempat menjadi komunitas baru.
Di antara 400-an jiwa warga yang menghuni blok permukiman sekitar masjid itu, 95 persen adalah keturunan Bawean. Lima persen sisanya dari etnis Melayu dan warga asli Vietnam yang sudah berkeluarga dengan keturunan Bawean. "Semua menganut agama Islam," ujar kakek empat cucu itu.
Budaya Islam Indonesia di masjid tersebut memang perlahan mulai luntur seiring dengan perkembangan zaman. Namun, tidak seluruhnya hilang begitu saja. Masih ada beberapa tradisi umat Islam di Indonesia yang kerap diselenggarakan di masjid itu. "Terutama saat perayaan hari-hari besar agama Islam," ungkap sesepuh masjid Haji Raden Musa bin Haji Habib.
Ragam kesenian seperti seni musik hadrah dengan menggunakan alat musik rebana atau kendang tetap dipertahankan. Meskipun, intensitasnya sudah tidak seperti dulu lagi.
Di salah satu sudut kota Ho Chi Minh terdapat perkampungan yang 95 persen penduduknya berasal dari Pulau Bawean, Jatim. Sudah lebih dari 125 tahun
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408