Mengunjungi Sekolah Khusus Para Anak TKI di Perbatasan
Pendiri Terima Ancaman dan Penculikan dari Mafia
Senin, 22 Juni 2009 – 06:46 WIB
Salah satu materi andalan yang diajarkan adalah pelajaran komputer. Sebab, dengan belajar komputer diharapkan anak-anak TKI bisa memiliki kemampuan lebih untuk sebisa mungkin tidak menjadi TKI seperti orang tua mereka. Apalagi, ada kecenderungan bahwa dengan memiliki keahlian komputer anak-anak TKI itu lebih percaya diri untuk tidak ikut tinggal dan bekerja di Malaysia. ''Saya pantang mengembalikan anak-anak itu untuk bekerja ke Malaysia. Dengan memiliki skill khusus mereka lebih baik tidak menyeberang ke negeri orang,'' timpal Arsinah.
Wanita 60 tahun itu mengaku mendirikan fasilitas pendidikan anak TKI dan shelter bukan hal yang mudah. Sebab, para mafia trafficking dan calo TKI ilegal kerap merasa terganggu. Apalagi, Arsinah tak gentar menjemput anak-anak TKI ke pedalaman Malaysia dan membawa mereka ke Entikong untuk belajar. Ancaman dan bahkan aksi penculikan menjadi menu keseharian keluarga janda empat anak itu.
Bahkan, ketika merintis berdirinya LSM ini pada 2002, Arsinah sempat diculik dan dipukuli orang tak dikenal. Ketika itu dia dalam perjalanan menyelamatkan seorang gadis berusia 15 tahun dari tangan mafia TKI ilegal di Miri, sebuah daerah perbatasan antara Malaysia dan Brunei Darussalam. Tak ingin membuang waktu setelah mendapatkan informasi, dia berangkat seorang diri ke sana. Ternyata, hal itu membahayakan nyawanya. Arsinah diculik dan hendak dibuang ke tengah hutan. Beruntung, dalam perjalanan dia berhasil lolos dan menyelamatkan diri. ''Pekan lalu saya juga diteror dan diancam akan ditembak kepala saya. Tapi, alhamdulillah, saya masih bisa ada di sini sekarang,'' katanya.
Pengalaman-pengalaman itu, kata dia, justru melecutkan semangat untuk terus berperan aktif dalam membela hak-hak TKI. Termasuk mendirikan LSM dan mengelola pendidikan anak-anak TKI tersebut. Hingga kini, kata dia, setiap bulan rutin ada sekitar 50 TKI bermasalah yang dikirimkan, baik oleh Polsek maupun KJRI di Kuching, sebelum dipulangkan. Rata-rata mereka berusia di bawah umur. ''Kami langsung mengikutkan mereka di program sekolah anak bangsa. Di sini mereka bisa belajar memasak, salon, komputer, membuat hasta karya, dan menjahit,'' terangnya.
Tidak mudah mewujudkan mimpi anak-anak TKI untuk mendapat pendidikan yang layak melalui Sekolah Anak Bangsa di Entikong. Sebab, para pendiri sekolah
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408