Mengunjungi Tel Aviv Israel, Kota Nomor Dua Setelah Silicon Valley

Mengunjungi Tel Aviv Israel, Kota Nomor Dua Setelah Silicon Valley
ON 24 JAM: Salah satu sudut perpustakaan kota Tel Aviv yang diubah menjadi ruang kerja entrepreneur start-up Kamis (31/3). FOTO: Abdul Rokhim/ JAWA POS

Dengan penduduk 418.600 per akhir 2015, jumlah start-up di Tel Aviv mencapai 972 perusahaan. ”Kami menemukan bahwa setiap satu di antara tiga penduduk Tel Aviv yang berumur 18–35 tahun pasti terlibat dan bekerja di perusahaan start-up,” ujar Marcus. 

Dari pantauan Jawa Pos yang menyusuri jalan-jalan kota di Tel Aviv Kamis sore (31/3), memang sulit menemukan area publik yang tidak terisi kegiatan start-up. Pemandangan sekelompok orang dengan masing-masing menghadap laptop terlihat di setiap sudut taman kota, kafe, serta gedung-gedung yang menyediakan sarana ruang meeting plus koneksi wifi supercepat. 

Bahkan, karena tingginya kebutuhan, banyak fasilitas publik yang diubah untuk memenuhi kebutuhan aktivitas start-up. Salah satu yang pertama harus menyesuaikan adalah perpus- takaan kota. ”Kami mengurangi space untuk 

buku dan menggantinya dengan tempat pertemuan serta workspace bagi para entrepreneur,” kata Marcus. 

Tingginya tuntutan kebutuhan fasilitas start- up juga mengubah spot paling favorit di tengah Tel Aviv, yakni Rothschild Boulevard, menjadi start-up boulevard. Kawasan khusus bagi aktivitas start-up dengan kafe, restoran, serta kantor yang beroperasi 24 jam. 

Kini di kiri-kanan jalur pedestrian yang ramai itu, berdiri kantor perwakilan perusahaan-perusahaan dari Silicon Valley, mulai Facebook, Google, eBay, Cisco, hingga Microsoft. 

Bukan hanya fasilitas fisik, kini para pengelola usaha di Tel Aviv juga mulai mengeluhkan semakin sulitnya mendapat tenaga kerja dan partner global untuk mengelola usaha. 

Menurut Startup Genome, lembaga yang memantau perkembangan dan me-ranking perkembangan start-up di seluruh dunia, kini Tel Aviv menjadi kota nomor dua setelah Silicon Valley yang paling aktif memasok perangkat dan sistem teknologi berbasis online di dunia. 

Bus yang disopiri Muta dari Kuba yang dikawal tentara perempuan peranakan Peru, Hana, dan didampingi tour guide keturunan Rusia, Lior Ben David,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News