Menhut Juga Punya Vila

Menhut Juga Punya Vila
Menhut Juga Punya Vila
Pembangunan vila di kawasan tersebut, ujar dia, melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. “Sesuai aturan harus digusur, itu vila bodong tidak ada suratnya,” kata Darori.

Kementerian meminta bantuan instansi dan kementerian lain untuk menyelesaikan kasus maraknya vila liar di kawasan taman nasional. “Kami harus hati-hati karena, kalau kami pidanakan pemilik vila, lalu mereka menuntut balik, kami bisa kalah. Jadi perlu dikaji lagi izin-izinnya.”

Persoalan vila puncak ibarat benang kusut. Sejumlah pihak geram, karena tak ada langkah tegas dan konkrit dari pemerintah. Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Simpul Bogor, Depok, Puncak dan Cianjur, Eko Wiwid menyebut penanganan masalah lingkungan daerah konservasi hanya sebatas retorika. Harusnya, kata dia, ada langkah konkrit pemerintah seperti membeli vila dan mengembalikan lahannya sebagai hutan. “Ada keberanian tidak, untuk membongkar? Pemerintah daerah punya data yang berizin dan tidak. Tinggal tindakan konkret saja,” cetus Eko.

Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Dadan Ramdan menambahkan, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Lokatmala Institute Cianjur yang memonitoring perkembangan kawasan konservasi puncak. Ia menegaskan, kondisi puncak kini sudah semakin memprihatinkan. Karenanya, ia mendesak adanya moratorium sarana komersil di kaki gunung Gede Pangrango itu.    “Ini bagaimana? Menterinya bangun vila, Pemkab seenaknya mengeluarkan izin,” geramnya.

CISARUA- Sengkarut vila liar di kawasan hulu daerah aliran Sungai Ciliwung dan Cisadane tak kunjung teratasi. Pemerintah saling tuding tanggung jawab

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News