Menilik Kedudukan Penguasa dan Rakyat Dalam Perspektif Hukum

Oleh Agus Widjajanto - Praktisi Hukum & Pemerhati Polsosbud

Menilik Kedudukan Penguasa dan Rakyat Dalam Perspektif Hukum
Praktisi Hukum & Pemerhati Polsosbud Agus Widjajanto. Foto: Dokumentasi pribadi

Kemudian (3) adanya budaya antikorupsi dimana digalakkan pentingnya akuntabilitas dan integritas. Budaya ini dapat mengurangi toleransi dalam perbuatan korupsi.

Dan, (4) media yang bebas dan independen yang dapat menjadi pengawas serta dinamisator dan stabilisator dalam transparansi dan akuntabilitas.

Kedua negara tersebut memiliki sistem yang kuat, tranparan dan akuntabel, ditangani oleh pihak yang benar benar independen.

Bagaimana dengan Indonesia, yang sudah memiliki lembaga Ombudsman, KPK, Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri, tetapi struktur hukum tersebut belum bisa menekan korupsi?

Malah tidak jarang terjadi peradilan yang aneh, perdata dijadikan pidana, kepentingan politik dibawa ke ranah hukum, mengaminkan ucapan Menko Polhukam di atas.

Apabila saat ini penegak hukum lebih berorientasi pada kepentingan untung rugi (dagang), keadaan ini mirip dengan tontonan atas peradilan di Amerika, sebagaimana dikatakan William T. Pizzi, pakar hukum Amerika dalam pembelaannya yang sangat fenomenal: Trial Without Trust (peradilan sesat).

Dengan kondisi saat ini, ada beberapa hal menjadi pemicu kondisi tersebut antara lain karena Sistem.

Indonesia mempunyai sistem yang sangat menunjang terjadinya korupsi. Salah satunya adalah sistem pemilu langsung untuk pemilihan kepala daerah baik gubernur, walikota/bupati, maupun presiden.

Dalam negara hukum, kedudukan penguasa dengan rakyat di mata hukum adalah sama dan sederajat (equality before the law).

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News