Menimbang Belt and Road Initiative: Proyek Progresif atau Beban Ekonomi?

Oleh Putri Rakhmadhani Nur Rimbawati*

Menimbang Belt and Road Initiative: Proyek Progresif atau Beban Ekonomi?
Research fellow di ASEAN Studies Center, Universitas Gadjah Mada (UGM) Putri Rakhmadhani Nur Rimbawati. Foto: dokumentasi pribadi. Ilustrator: Sultan Amanda/JPNN.com

Alih-alih hanya mengandalkan analisis makroekonomi dari sudut pandang Tiongkok atau negara-negara Barat, buku itu juga mengangkat suara-suara dari negara yang terlibat secara langsung dalam program ini.

Narasi yang mungkin tak terjangkau oleh media mainstream serta kebijakan formal pemerintah berusaha dihadirkan di sini dengan tujuan memberikan pemahaman yang lebih objektif.

Mengurai Jebakan atau Peluang?

Salah satu bagian paling menarik dari buku itu adalah analisis kritis terhadap tuduhan bahwa BRI menciptakan jebakan utang bagi negara-negara penerima.

buku itu mematahkan beberapa klaim ini dengan memaparkan data empiris yang menunjukkan bahwa tidak semua negara yang terlibat dalam proyek ini mengalami krisis utang.

Beberapa bab memberikan contoh konkret bagaimana negara-negara seperti Pakistan dan Kenya dapat meraih manfaat besar dari proyek infrastruktur yang dibiayai oleh BRI, meningkatkan konektivitas dan memanfaatkan modal asing untuk mempercepat pembangunan domestik.

Namun, penulis juga tidak mengesampingkan fakta bahwa ada risiko signifikan yang terlibat.

Melalui analisis yang teliti, buku itu menunjukkan kondisi keuangan beberapa negara yang memang memburuk setelah menerima dana besar dari BRI.

Ketika Belt and Road Initiative atau BRI yang diinisiasi oleh Tiongkok menjadi sorotan global, banyak perdebatan dan kontroversi mengenai dampak sebenarnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News