Menimbang Kisah Ubuntu untuk Rekonsiliasi Politik di Masa Lalu

Oleh: Agus Widjajanto - Praktisi Hukum dan Pengamat Pemerhati Sosial Budaya

Menimbang Kisah Ubuntu untuk Rekonsiliasi Politik di Masa Lalu
Praktisi hukum Agus Widjojanto. Foto: Dokumentasi pribadi

Pada medio tahun 2010 telah dibentuk sebuah usaha rekonsiliasi yang dibidani oleh beberapa tokoh Pendiri Pemuda Panca Marga yang tergabung dalam Organisasi Patriot Panca Marga.

Saat dimana telah dibentuk sebuah forum gerakan bernama Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) yang saat itu diketuai oleh Letjend (Pur) Agus Widjojo, mantan Gubernur Lemhanas.

Tujuannya aalah untuk menemukan para keturunan anak dan cucu dari peristiwa tragis sejarah bangsa ini, baik anak dari Kartosuwiryo, Anak Aidit , anak dari Jenderal Ahmad Yani, dan seluruh pahlawan revolusi 1965, anak tokoh Permesta untuk bertemu dan melakukan rekonsiliasi agar bisa menata ke depan dari generasi muda saat ini menuju Indonesia yang lebih baik.

Tujuannya untuk melupakan dendam yang dalam bahasa Jawa disebut "Seng Wes Yo Wes".

Namun, kenyataannya hanya bisa terbatas dipertemukan dalam sebuah acara silaturahmi saja, tidak bisa dilakukan rekonsiliasi dimana masing-masing pihak tetap dengan ego dan sudut pandang masing-masing bahwa posisi orang-orang tua mereka tidak salah.

Namun, beranggapan bahwa semuanya adalah sebagai korban politik, dari sebuah rezim pemerintahan. Hal ini tentu butuh suatu kesadaran kita semua dari seluruh elemen anak bangsa agar bisa legawa, saling bisa memaafkan dan menerima agar bisa terjadi rekonsiliasi nasional.

Menghadapi momentum pergantian kepemimpinan nasional pada bulan Oktober mendatang, Presiden Joko Widodo digantikan oleh Presiden Terpilih Jenderal (Pur) Prabowo Subiyanto, marilah kita merajut kebersamaan seperti halnya budaya Ubuntu di Afrika Selatan.

Kita saling memaafkan pada diri sendiri maupun kepada keturunan pihak lain untuk sebuah Rekonsiliasi Nasional bagi presiden yang telah purna tidak lagi menjabat diberikan harkat dan martabatnya sebagai seorang pemimpin negara ini, apapun kesalahan pada saat menjabat agar ada kebijaksanaan diputihkan dari segala tuntutan hukum dan hujatan serta dendam secara politis.

Rekonsiliasi Nasional bagi presiden yang telah purna tidak lagi menjabat diberikan harkat dan martabatnya sebagai seorang pemimpin negara ini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News