Meninjau Layanan Pendidikan Anak-Anak WNI di Davao, Filipina (1)

Bangga 31 Tahun Jadi Guru Honorer di Sekolah Indonesia

Meninjau Layanan Pendidikan Anak-Anak WNI di Davao, Filipina (1)
BAHAGIA: Agustina Dedal di tengah para siswa di Sekolah Indonesia Davao, Filipina. Foto: Hilmi Setiawan/Jawa Pos
Nah, ketika mengurus dokumen izin tinggal, petugas KJRI Davao mengetahui bahwa Dedal pernah menjadi guru SD. Kebetulan, waktu itu SID sedang kekurangan guru. "Saya ditawari untuk jadi guru anak-anak WNI di Davao. Setelah pikir-pikir, saya bersedia karena membuat saya tidak akan melupakan Indonesia," tuturnya.

 

Awal-awal bekerja, Dedal mendapat gaji sekitar 600 peso (dengan kurs sekarang 1 peso = Rp 233,52, berarti sekitar Rp 139.800). Dengan gaji sebesar itu, keluarga Dedal hanya bisa hidup secara sederhana. Sebab, profesi suaminya tidak menentu. Kadang menjadi petani, kadang pula nelayan.

 

Dedal menuturkan, saat awal bekerja, kondisi keamanan Davao masih rawan dan mencekam. Perampok berkeliaran di mana-mana. Keamanan warga terancam. Sementara itu, jarak antara rumah Dedal dan sekolah tak terlalu jauh. Kira-kira bisa ditempuh dalam 20 menit jalan kaki. Meski begitu, dia mengaku sering merasa dikuntit penjahat jalanan.

 

"Penjahatnya sama dengan perampok di Indonesia. Bahkan, bisa jadi lebih kejam. Mereka membawa golok dan pedang," ucap Bu Guru yang masih fasih berbahasa Indonesia itu.

 

Nasib guru honorer yang memprihatinkan ternyata juga dialami guru-guru tidak tetap yang mengabdi di luar negeri. Salah satunya adalah Agustina Dedal

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News