Meninjau Layanan Pendidikan Anak-Anak WNI di Filipina (2-Habis)

Dirikan SMP Terbuka agar Siswa Tahu Nenek Moyang

Meninjau Layanan Pendidikan Anak-Anak WNI di Filipina (2-Habis)
Daini Wirasti (berkerudung) mengajari bahasa Indonesia pada anak WNI di Tupi, Mindanao Selatan, Filipina. Foto: M Hilmi Setiawan/Jawa Pos
Nanang menambahkan, di Tupi, ada beberapa bahasa yang digunakan warga. Di antaranya, bahasa Sangir, Tagalog, Inggris, dan Bisaya. Tidak ada yang menggunakan bahasa Indonesia. "Mudah-mudahan beberapa tahun lagi bahasa Indonesia berkembang di Tupi," harap dia.

 

Selain soal minimnya pembelajaran tentang Indonesia, tantangan yang harus ditangani pemerintah Indonesia adalah mengentas warga dari kemiskinan di negeri jiran itu. Sebab, WNI di Tupi tidak bisa mendapat akses untuk bekerja di lembaga-lembaga formal. Mereka menjadi warga kelas ketiga, sehingga sulit memperoleh penghasilan yang layak.

 

Umumnya mereka bekerja di sektor perkebunan sebagai pemetik kelapa, kopra, nanas, atau menjadi nelayan. Dengan kondisi seperti itu, WNI di Tupi hanya bisa tinggal di rumah-rumah sangat sederhana berdinding anyaman bambu, beratap ijuk, dan berlantai tanah.

 

Mendikbud Mohammad Nuh mengaku prihatin atas kondisi WNI di perantauan itu. Dia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia segera melakukan remigrasi WNI di luar negeri. Upaya itu bisa dijalankan jika program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) berjalan mulus. Dengan MP3EI, diharapkan bisa tumbuh kawasan-kawasan industri baru dan bisa menarik para WNI yang selama ini tinggal dalam kemiskinan di negeri tetangga.

 

Anak-anak WNI di Tupi, Mindanao Selatan, Filipina, terpaksa belajar di sekolah milik pemerintah setempat. Akibatnya, mereka semakin tidak mengenal

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News