Menjadi Aneh di Hussainiah

Oleh Dahlan Iskan

Menjadi Aneh di Hussainiah
Dahlan Iskan.

”Berarti akan Tarawih di rumah masing-masing?” ”Tidak juga. Kami tidak melakukan Tarawih.”

Oh… ya sudah. Rapopo. Kami pun makin akrab.

Makan hampir selesai. Saya pindah duduk di kursi sebelah imam. Agar bisa berbisik.

Akan ajukan beberapa pertanyaan sensitif. Agar tidak didengar yang lain. Terutama anak-anak muda yang pakai celana selutut itu.

”Apakah boleh salat pakai celana selutut seperti mereka itu?” bisik saya. Lirih sekali. Takut-takut. Tidak berani sambil menatap mereka.

Sayangnya bisikan itu terlalu pelan. Sang imam minta saya mengulanginya lebih jelas. Maksudnya: lebih keras.

Saya ulangi pertanyaan itu. Orang tua di dekat sang imam mendengar. Wajahnya berubah serius. ”Kamu benar menanyakan itu,” katanya.

Nadanya menyalahkan para celana selutut itu. Saya merasa mendapat angin.

Setelah dua kalimah syahadat itu: ada kumandangan apresiasi untuk Sayidina Ali. Lalu dilanjutkan dengan seruan untuk salat. Dan seterusnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News