Menjaga Asa demi DPR yang Kontributif dan Produktif

Oleh Bambang Soesatyo

Menjaga Asa demi DPR yang Kontributif dan Produktif
Logo Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

Baleg DPR bersama Menkumham Yasonna Laoly sebagai wakil pemerintah pada November 2017 sudah memutuskan 50 rancangan undang-undang (RUU) masuk dalam Prolegnas 2018 prioritas, termasuk menuntaskan RUU MD3 yang selama ini tertunda. DPR mengajukan 31 RUU, pemerintah mengajukan 16 RUU, dan DPD mengusulkan tiga RUU.

Ada sejumlah RUU yang pada tahap pembahasannya nanti akan mengundang perhatian publik, bahkan kemungkinan menjadi topik debat terbuka. Bisa dipastikan bahwa pembahasan atas RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) akan menyita perhatian berbagai elemen masyarakat, karena RUU ini merefleksikan langkah progresif pemerintah memperluas basis pajak dan transparansi. Apalagi, RUU ini memuat rencana pemerintah memungut pajak bagi pelaku bisnis online dari dalam maupun luar negeri.

Sedangkan para pemerhati, pegiat hak asasi manusia (HAM) dan praktisi hukum akan menyoroti pembahasan delapan RUU yang mengatur kebijakan kriminal. Antara lain RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP, RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol, RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, RUU tentang Penyadapan, RUU tentang Narkotika dan Psikotropika, serta RUU tentang Pemasyarakatan.

Pembahasan delapan RUU dimaksud akan menghadirkan banyak perdebatan. Selain karena delapan RUU itu mencerminkan dimulainya reformasi hukum pidana dan hukum acara pidana, juga karena muatan semua RUU itu bersinggungan langsung dengan prinsip-prinsip HAM. Semua elemen masyarakat tentu berkepentingan dengan delapan RUU itu.

Agar semua pihak boleh merasa diperlakukan dengan adil, DPR perlu mengundang dan mendengarkan pendapat dan masukan dari berbagai kalangan terhadap RUU yang sedang dibahas. Berikan akses seluas-luasnya bagi publik untuk mengetahui proses pembahasan pasal demi pasal. Jangan lagi pembahasan RUU dilakukan secara tertutup karena muatan RUU selalu bersinggungan dengan hak dan kewajiban semua individu, tanpa terkecuali.

Karena pembahasan 50 RUU itu diagendakan pada tahun politik ini, muncul pertanyaan; apakah semuanya bisa diselesaikan? Masalahnya terpulang kepada DPR.

Masyarakat yakin bahwa jika bijaksana dalam mengelola beban kerja dan alokasi waktu, DPR akan bisa menyelesaikan pembahasan 50 RUU itu. Inilah tantangan sekaligus harapan masyarakat.

Penguatan Sinergi

Kontribusi dan produktivitas DPR RI selama ini terlanjur dibenamkan oleh persepsi negatif yang sudah lama terbentuk. Yakni rendahnya kinerja para wakil rakyat..

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News