Menjalin Komunikasi dengan Pembimbing PhD di Australia

Menjalin Komunikasi dengan Pembimbing PhD di Australia
Menjalin Komunikasi dengan Pembimbing PhD di Australia

Di pertemuan berikutnya, dia malah memberikan solusi, dengan menghadiahkan pensil warna dan buku gambar. Anak-anak jadi sibuk menggambar ketika saya berdikusi dengan pembimbing. Ketika selesai mengambar, hasil gambar dihargai dan dipajang di kantor sang pembimbing. Anak-anak pun menjadi senang, dan bersemangat mengambar lagi di pertemuan berikutnya.   

Pembimbing menjadi lebih terbuka karena anak menjadi jembatan komunikasi untuk mencairkan kebekuan. Sehingga di setiap awal pertemuan saya dan pembimbing kemudian menjadi terbiasa dan tidak kaku ketika menanyakan kabar tentang anak. Pembimbing saya itu pun tidak segan mempelihatkan foto atau video cucunya yang masih bayi. 

Menjalin Komunikasi dengan Pembimbing PhD di Australia
Andi Armawadjidah bersama suami dan anak-anak mereka.

 

Icebreaking (pembicaraan pembuka) seperti ini penting karena sangat membantu mahasiswa untuk lebih rileks dan terbuka dalam menyampaikan pendapat ketika berdiskusi tentang arah penelitian saya. 

Setiap akhir pertemuaan saya diwajibkan membuat minutes (notulen) dan mengirimkannya kembali kepada pembimbing. Ini menjadi referensi untuk topik pertemuan berikutnya.

Meskipun penulis telah akrab tapi pembimbing bukan tempat curhat masalah pribadi, seperti masalah keuangan ataupun keluarga.

Di pertemuan awal, penulis sempat curhat masalah betapa sulitnya menjadi ibu dan menjadi mahasiswa. Tapi penulis kemudian menyadari bahwa pembimbing lainnya adalah juga seorang ibu. Dia memiliki dua anak usia prasekolah dan malahan memilki memiliki tanggug jawab lebih besar sebagai dosen. Tidak pernah saya mendengar dia mengeluh tentang kerepotan menjadi ibu sekaligus dosen.

Komunikasi dan hubungan yang baik dengan pembimbing menjadi bagian penting ketika belajar di luar negeri, termasuk di Australia. Perbedaan budaya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News