Menjejak Tanah Pulau Haruku yang Disebut Markas Gerakan RMS
Miskin Infrastruktur, Lebih Segan pada Guru dan Dokter
Jumat, 05 Juli 2013 – 06:04 WIB
Tokoh adat Aboru yang sudah berusia 70 tahunan ini mengaku banyak kegetiran yang dialami warga. Ketidakadilan ekonomi yang begitu membedakan kondisi Aboru dan daerah lain di Jakarta. Kegetiran itu mendorong sejumlah anak muda di Haruku menghadapi persoalan serius. Mereka ditahan pemerintah karena terbukti terlibat pada gerakan RMS.
"Memang ada di antara kami yang menjadi anggota RMS. Tapi itu bukanlah pemberontakan. Mereka hanya protes keadilan," terangnya.
Jika boleh melihat sikap protes itu, dia meminta pemerintah Indonesia bisa membebaskan kembali pemuda Haruku. Lepaskan pemuda itu dari tuntutan hukum dan biarkan pulang ke tanah air, Haruku. "Mereka itu bukan pemberontak. Mereka hanya anak muda yang ingin sampaikan aspirasi saja," pintanya.
Dia mengatakan warga Aboru dan pulau Haruku secara utuh tak pernah berniat memerdekan diri. Membentuk negara yang tidak menjadi bagian dari Indonesia. Semua warga Haruku menyatakan diri sebagai bagian Indonesia Raya.
MISKIN dan tertinggal. Kesan nyata yang terlihat saat menjejaki Pulau Haruku, Maluku Tengah. Pulau terpencil yang sebagian pemudanya dijebloskan
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408