Menkeu Bambang: Indonesia Perlu Lebih Banyak Wirausaha Kreatif
Indonesia memerlukan lebih banyak wirausaha yang kreatif untuk menjadikannya negara yang maju secara ekonomi. Banyak contoh yang bisa dijadikan panutan. Demikian Menteri Keuangan Indonesia Prof Bambang Soemantri Brodjonegoro di depan peserta Australia Indonesia Business Forum (AIBF) 2016 di Monash University di Melbourne hari Sabtu (7/5/2016).
Menteri Keuangan Bambang Soemantri Brodjonegoro bersama Konjen RI di Victoria Dewi Savitri Wahab berfoto bersama dengan panitia AIBF 2016 dari Monash University. (Foto: Sastra Wijaya)
AIBF ini diselenggarakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) Monash University, dengan Menteri Keuangan menjadi pembicara utama dalam sesi pembukaan. Di depan sekitar 100 peserta, pembicara lain adalah David Livingstone dari Departemen Luar negeri dan Perdagangan Australia DFAT), Philip Dalidakis Menteri Urusan usaha Kecil negara bagian Victoria, dan Prof Edward Buckingham Wakil Rektor Monash. Hadir juga Konjen RI di Victoria Dewi Savitri Wahab. Setelah sesi pembukaan, Forum yang bertema "Mempelopori Pemimpin Muda yang Kreatif, dan Penuh Pengetahuan bagi Masa Depan yang berkelanjutan" ditampilkan juga beberapa pembicara yang sudah berpengalaman dan bekerja di bidang mereka masing-masing dalam soal kepemimpinan dan membuat jaringan. Selama lebih dari 30 menit dalam pidato pembukaan, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro berbicara mengenai perekonomian dunia, hubungan ekonomi Australia-Indonesia dan perlunya lebih banyak wirausaha di Indonesia untuk memajukan negeri.
Dalam bagian mengenai wirausaha, Menkeu memberikan an berbagai contoh mengenai mengapa diperlukan lebih banyak wirausaha di Indonesia dan bagaimana dunia sekarang berubah sehingga sekarang terbuka kesempatan untuk menjadi pengusaha yang kreatif.
Dua contoh diberikan mengenai ya adalah ketika dia menjelaskan mengenai orang-orang terkaya di dunia sekarang ini 5 diantara 10 besar adalah mereka yang bergerak di bidang IT. Tidak lagi kekayaan dihasilkan dari industri 'lama'. Dua diantaranya adalah juga di bidang industri kreatif antara lain dicontohkan perusahaan fashion Zara dan Ikea. Di Jepang, salah satu orang kaya adalah pemilik toko pakaian Uniqlo. "Orang kaya di Jepang tidak lagi dari pemilik perusahan seperti Toyota, atau yang lain."Prof Bambang Soemantri Brodjonegoro menjadi pembicara utama menjelaskan keadaan ekonomi dunia, hubungan Australia Indonesia dan perlunya lebih banyak wisausaha di Indonesia. (Foto :Sastra Wijaya)
Di contoh lain Menkeu mengatakan dia baru-baru ini bertemu dengan dua lulusan Master dari Indonesia dari UK. Ketika ditanya 'sekarang anda kerja di mana?. Kedua orang itu menjawab mereka sudah membuat usaha sendiri. "Yang diperlukan Indonesia sekarang ini adalah pengusaha yang memiliki pendidikan cukup. Anda bisa membuat usaha sendiri, dan bidang kreatif tersedia bagi anda semua untuk bisa berkiprah." demikian pandangan Menkeu.
Menkeu bersama dengan pembicara lain di AIBF 2016: David Livingstone dari DFAT (dua dari kiri), Philip Dalidakis Menteri Urusan Usaha Kecil Victora (tiga dari kiri), Prof Edward Buckingham, Wakil Rektor Monash University (dua dari kanan).(Foto : Sastra Wijaya)
Mengapa itu terjadi? Karena ada dua hal yang terjadi sekarang ini yang tidak pernah terjadi sebelumnya. "Pertama Quantitative easing (QE) yang dilakukan pemerintah AS di tahun 2009. Sederhananya penggelontoran uang besar-besaran yang kemudian menyebabkan negara seperti China dan Indonesia menikmatinya, dengan harga komoditi naik. Sekarang AS sudah menghentikan QE dan akibatnya negara seperti China dan Indonesia merasakan akibatnya. Sekarang tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi." kata Menkeu "Kedua suku bunga negatif. Jepang dan Eropa sekarang menerapkan suku bunga negatif, sehingga para penabung yang tidak mendapatkan bunga dari simpanan mereka, diharapkan akan menghabiskan uangnya untuk belanja, dan karena itu akan menggerakkan ekonomi. Hal seperti ini juga belum pernah terjadi sebelumnya." jelasnya. Apa yang terjadi di Indonesia? Menurut Menkeu Bambang, untuk menjadi negara maju Indonesia harus melepaskan diri dari ketergantungan akan komoditi. Itu hanya bisa terjadi bila ada reformasi struktural yang sudah dimulai di tahun 1984 dan berlangsung sampai 1988 dengan reformasi perbankan. Hasilnya ekonomi Inodnesia mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi di tahun 1990-1997, dan kemudian terjadi krisis ekonomi Asia. Di tahun 2000-an, reformasi tidak dilanjutkan karena ada 'boom' komoditi seperti batu bara dan kelapa sawit. "Semua sibuk menghabiskan waktu dan dana ke komoditi sehingga yang lain terlupakan. Itu terjadi antara tahun 2005-2010." kata Menkeu. Padahal yang seharusnya terjadi adalah membuat industri manufaktur yang memiliki nilai tambah "Tidak ada negara maju yang tergantung pada satu komoditi saja." katanya. Menurut Menkeu, Presiden Jokowi sekarang mulai melakukan reformasi ekonomi. Inilah tantangan dan peluang yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro kepada mahasiswa Indonesia di Monash dan di tempat lain untuk mengembangkan diri menjadi pelopor di bidang ekonomi kreatif dan baru, yang tidak tergantung kepada alam, namun tergantung pada kreatifitas. Bambang kemudian mencontohkan apa yang sudah dilakukan Mark Zuckerberg dkk. "Mereka tidak lebih tua dari kalian semua. Mereka bisa melakukannya dan ini bisa menjadi contoh."
Indonesia memerlukan lebih banyak wirausaha yang kreatif untuk menjadikannya negara yang maju secara ekonomi. Banyak contoh yang bisa dijadikan panutan.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Usia Penonton Konten Pornografi di Australia Semakin Muda
- Dunia Hari Ini: Israel Menyetujui Gencatan Senjata Dengan Hizbullah
- Siapa Saja Bali Nine, yang Akan Dipindahkan ke penjara Australia?
- Dunia Hari Ini: Menang Pilpres, Donald Trump Lolos dari Jerat Hukum
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan