Menneg BUMN: BI Terlambat
Larangan Transaksi Valas Derivatif
Senin, 23 Februari 2009 – 08:44 WIB

Menneg BUMN: BI Terlambat
Menurut Sofyan, dalam transaksi derivatif model accumulator, jika Rupiah bisa menguat menguat di bawah Rp 10.000 per USD, maka perusahaan akan mendapat gain dari bank penjual produk.
Baca Juga:
Namun jika Rupiah melemah hingga di atas Rp 10.000 per USD, maka perusahaanlah yang harus membayar selisihnya kepada bank penjual produk. "Dalam model accumulator, selisih ini bisa jadi double, triple, dan seterusnya. Sehingga, ruginya banyak sekali," jelasnya.
Sofyan mengatakan, berdasar penelusuran Kementerian BUMN, produk dengan risiko tinggi tersebut hanya dijual oleh beberapa bank asing dan swasta. "Bank BUMN tidak ada yang melakukan itu," ujarnya.
Sekretaris Kementerian Negara BUMN Said Didu menambahkan, beberapa bank yang menjual produk derivatif bersifat spekulatif harus disorot. "Dengan model ini, bank mendapatkan gain dari selisih transaksi. Ini juga tidak sesuai dengan fungsi utama bank yang harusnya fokus pada intermediasi," katanya.
JAKARTA - Kasus transaksi valas derivatif yang membelit beberapa perusahaan pelat merah mendapat perhatian khusus Kementerian Badan Usaha Milik Negara
BERITA TERKAIT
- Iwan Sunito Siap Dukung Program 3 Juta Rumah Lewat Kolaborasi Swasta
- Rencana Impor Diklaim Tak Bakal Ganggu Swasembada Pangan Nasional
- Dirut Bank DKI Jamin Dana Nasabah Aman dan Non-tunai KJP Plus Tetap Lancar
- Harga Emas Antam Hari Ini 20 April 2025, UBS dan Galeri24 Sama Saja
- Transaksi Tabungan Emas Pegadaian Diproyeksikan Naik 10 Kali Lipat pada Akhir April
- 165.466 Kendaraan Meninggalkan Jabotabek saat Libur Panjang