Menolak Lupa Peristiwa Kudatuli, Romo Benny Tak Ingin Kejadian Kelam Itu Terulang

Menolak Lupa Peristiwa Kudatuli, Romo Benny Tak Ingin Kejadian Kelam Itu Terulang
Budayawan Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny menolak lupa peristiwa 27 Juli 1996 atau dikenal dengan sebutan peristiwa Kudatuli. Foto: Friederich Batari/JPNN.com

"Peristiwa ini adalah pelanggaran langsung terhadap nilai-nilai Pancasila," tandasnya.

Dia menjelaskan dengan mengingatnya berarti meneguhkan komitmen untuk menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab.

"Selanjutnya, seperti yang dijelaskan oleh Hannah Arendt dalam analisanya tentang banalitas kejahatan, kejahatan yang dianggap wajar dan biasa dapat merusak tatanan moral masyarakat," terangnya.

Dikatakan Romo Benny, mengingat dan mengecam peristiwa 27 Juli membantu mencegah normalisasi kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Menolak lupa terhadap peristiwa 27 Juli 1996 adalah tanggung jawab kita sebagai warga negara yang peduli terhadap masa depan bangsa.

Kejadian ini mengajarkan kita betapa pentingnya menghormati hak asasi manusia, menegakkan hukum dengan adil, dan menjalankan demokrasi yang sejati.

"Hanya dengan mengakui dan belajar dari masa lalu, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik yang tidak akan tercapai jika kita terus menutupi atau melupakan luka-luka masa lalu," tuturnya.

Romo Benny juga mengatakan peristiwa 27 Juli 1996 harus menjadi pengingat abadi bahwa bangsa ini pernah mengalami masa-masa kelam di mana hukum dan kemanusiaan diinjak-injak demi mempertahankan kekuasaan.

Tak hanya itu, pembungkaman terhadap oposisi dan kritik dilakukan secara sistematis, menciptakan iklim ketakutan dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat.

Budayawan Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny menolak lupa peristiwa 27 Juli 1996 atau dikenal dengan sebutan peristiwa Kudatuli

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News