Menteri Siti Bicara Pentingnya Keilmuan dalam Mengurai Masalah Karhutla

Menteri Siti Bicara Pentingnya Keilmuan dalam Mengurai Masalah Karhutla
Menteri LHK Siti Nurbaya saat menghadiri sidang doktoral Afni Zulkifli di Universitas Pasundan, Bandung, Jumat (17/1). Foto: Humas Univ Pasundan for jpnn

jpnn.com, BANDUNG - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menekankan pentingnya landasan keilmuan dalam menentuan kebijakan publik pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Terlebih persoalan Karhutla masih menjadi ancaman nyata dalam pengelolaan lingkungan.

"Tidak akan pernah surut dari pandangan saya bahwa kebijakan publik harus betul-betul didasarkan pada landasan keilmuan di samping aspek legally, politically dan pratically," kata Siti saat menghadiri ujian terbuka promosi Doktor Ilmu Sosial konsentrasi Ilmu Administrasi Publik, Promovenda Afni Zulkifli di Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Jumat (17/1).

Karena itu Siti mengatakan, novelty atau kebaharuan suatu penelitian, khususnya penelitian Ilmu Sosial yang berkaitan dengan fokus kerja pemerintah, akan ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan publik yang baik bagi masyarakat.

Terkait hasil penelitian Promovenda Afni, yang saat ini juga menjabat sebagai Tenaga Ahli Menteri LHK, Siti berjanji akan menjadikannya sebagai masukan dan landasan kebijakan dalam mengatasi Karhutla di Indonesia.

"Hasil penelitian jangan hanya berhenti saat ujian, namun harus didalami, dilanjutkan, dan sampai digunakan dalam mengurai persoalan sosial seperti karhutla," katanya.

Dalam Disertasinya berjudul 'Kepemimpinan Transglobal untuk Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau', Afni menjelaskan masih terjadi banyak kegagalan persepsi dalam organisasi kerja pengendalian Karhutla.

Pengendalian masih sering disalahartikan sebagai kerja pemadaman saja. Padahal konteks kerja pengendalian, telah diatur sebagai struktur tahapan yang memuat unsur penting lainnya seperti perencanaan, pencegahan, koordinasi kerja, kesiagaan hingga pasca kebakaran.

Kepemimpinan transglobal dengan lima karakteristik utama yakni Uncertainty (ketahanan ketidakpastian), Tim Connectivity (Konektivitas tim), Pragmatic Flexibility (Fleksibilitas pragmatis), Perspective Responsiveness (Responsif Perseptif), dan Talent Orientation (Orientasi bakat), telah menjadi gaya kepemimpinan yang berperan penting mengubah paradigma kerja pengendalian kembali pada konteks yang benar dalam mengatasi Karhutla berulang.

Afni menjelaskan masih terjadi banyak kegagalan persepsi dalam organisasi kerja pengendalian Karhutla.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News