Menu Mandoti

Oleh: Dahlan Iskan

Menu Mandoti
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Pesan terakhir sang ayah: berhentilah merokok. Ia dengarkan sendiri pesan terakhir itu. Adnan pun langsung berhenti merokok. Sampai sekarang.

Dari Gowa saya berkendara ke Parepare. Bersama istri. Kangen ikan bakarnya. Dulu, dua jam sudah bisa sampai Pare-pare. Kini harus tiga jam.

Sambil makan, saya menelepon Wakil Bupati Enrekang. Saya masih penasaran soal Mandoti. Terutama kenapa beras itu diberi nama Mandoti.

"Mandoti itu bahasa Enrekang. Artinya, guna-guna. Atau hipnotis," ujar Asman, sang wakil bupati.

Mandoti disebut Mandoti karena daya pikatnya. "Kalau dimasak, aroma harumnya tercium sampai jauh," ujar Asman.

Sayangnya Mandoti tidak bisa dikembangkan. Hanya bisa ditanam di satu kecamatan saja di Enrekang. Itu pun hanya di satu hamparan tanah adat yang luasnya 3.000 hektare.

"Begitu ditanam di luar hamparan itu, hasilnya berubah," ujar Asman. "Dari hasil penelitian memang ada satu unsur mineral tanah yang hanya ada di situ," kata Asman.

Hamparan itu bukan sawah. Itu sebuah lereng gunung Latimojong –gunung tertinggi di Sulsel. Lahan itu di ketinggian sekitar 1.000 meter. Tidak ada irigasi teknis. Semuanya ladang tadah hujan.

Universitas Hasanuddin sudah melakukan penelitian. Kandungan Mandoti memang lebih bagus dari beras merah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News