Menu Mandoti

Oleh: Dahlan Iskan

Menu Mandoti
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Uniknya, tanah 3.000 hektare itu milik adat. Digarap bersama dan hasilnya dibagi untuk semua warga adat. Yang bertanggung jawab atas penanaman Mandoti bergantian, sesama warga adat.

Padi Mandoti ini konservatif sekali: 8 bulan baru bisa dipanen. Hampir tiga kali umur padi biasa.

Di luar tanah adat itu warga masih punya tanah pertanian masing-masing. Umumnya ditanami bawang merah.

Enrekang sebenarnya juga penghasil kopi robusta utama di Indonesia. Tapi nasibnya sial: tidak ada yang mengenal kopi Enrekang. Pun Anda. Kopi Enrekang dipasarkan dengan nama Kopi Toraja.

Enrekang pernah ingin merebut nama baik itu. Masih gagal. Mungkin perlu Munas Kopi Mania se-Indonesia –kalau sudah terbentuk. (*)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Kakak Sofwati

MS
Pertama saya tidak terlalu suka perusahaan milik negara, karena saya tidak terlalu paham perusahaan tersebut fungsinya untuk apa. Yang jelas bukan untuk menyuksesikan pilpres. Kedua GIAA, saya tidak mau sotoi lah Pak Leong soal nasibnya, kalau soto baru saya mau. BUMN sudah kebanyakan orang pintar, jadi sudah ada yang ngurus. Jika ada proyek pemerintah yang gagal, satu atau dua. Sudah biasalah, normal saja. Hal menarik justru tak temukan pada GoTo, bagaimana cara mereka exit untuk balik untung lewat growth bisnis setelah bakar modal. Bukan lewat goreng modal.

Universitas Hasanuddin sudah melakukan penelitian. Kandungan Mandoti memang lebih bagus dari beras merah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News