Menyerah, 30 Guru di Perbatasan 'Kabur'
Jumat, 06 Agustus 2010 – 12:20 WIB
“Makanya kalau mau ambil gaji, harus bertepatan dengan kegiatan keluarga. Misalnya ada guru yang ke Malinau, maka guru yang lain titip dengan surat kuasa pengambilan gajinya,” katanya.
Lalu, bila tak ada acara keluarga bagaimana? Menurut Oktoriaty, guru-guru biasanya harus rela tak gajian. Dalam setahun, mereka bisa 3 hingga 4 kali tak gajian tepat waktu, alhasil menunggu rapelan yang baru terambil ketika ada di antara mereka yang ke Malinau.
“Kalau tak ada yang naik (ke Malinau, Red.), ya cari uangnya dengan berkebun. Kalau hasilnya tak cukup untuk beli sembako, ya hasil kebunnya dimakan sendiri. Kadang juga guru urunan uang untuk mengirim satu guru ke Malinau, hanya untuk ambil gaji,” katanya.
Sebenarnya, para guru ini juga memendam kekecewaan. Karena insentif mereka sama saja dengan insentif guru di Malinau. Padahal di Long Nawang, mereka tiap hari harus menghadapi masalah tadi.
Jadi guru di perbatasan, siapa yang mau? Ini pertanyaan yang pasti terlontar. Buktinya sudah 30-an guru tak tahan dan pulang ke Malinau atau Samarinda.
BERITA TERKAIT
- Bea Cukai Membekali Ilmu Kepabeanan Kepada Puluhan Pelajar SMK di Daerah Ini
- Babak Final Spelling Bee Competition Besutan EF Kids & Teens Digelar Minggu Depan
- Puluhan Tahun Digaji Seadanya, Guru Honorer di Jawa Barat Menjerit
- Bantu Siswa di Kaldera Toba, PGTS dan GO Buka Program Bimbel Persiapan Masuk PTN 2025
- Mitigasi Inklusif Kolaboratif Organisasi Jadi Model Ideal Hadapi Bencana Nonalam Pandemi
- Santri Disabilitas di Bandung Terima Beasiswa Pendidikan Khusus