Menyerah, 30 Guru di Perbatasan 'Kabur'

Menyerah, 30 Guru di Perbatasan 'Kabur'
Menyerah, 30 Guru di Perbatasan 'Kabur'
“Kalau kami mulai terlalu pagi, masih kabut. Kasihan siswa di desa lainnya. Apalagi sangat berbahaya naik perahu di sungai kalau masih kabut,” sambung Guris Kuleh, salahsatu guru.

Untuk ujian, sebenarnya para guru di perbatasan tak setuju dengan taraf UN. “Bagaimana mungkin siswa di perbatasan tak punya buku seperti siswa di kota, tak punya alat peraga, hanya belajar seadanya, harus menerima soal yang sama tingkatannya dengan di kota? Ini jelas tak adil,” katanya.

Secara umum, masalah pendidikan seperti ini menghantui warga perbatasan. Beruntung, kini kondisinya mulai membaik. Untuk Long Nawang, Long Ampung, dan desa di sekitarnya, sudah ada SD, SMP dan SMA yang terletak di Long Nawang. Sementara perguruan tingginya ada di Long Ampung.

Nah, perguruan tinggi ini, adalah kerjasama antara Pemkab Malinau dengan Universitas Mulawarman. Sistemnya, dosen terbang, lokasi kuliahnya di gereja yang berada di Long Ampung.

Tiap beberapa minggu, dosen dikirimkan ke Long Ampung untuk mengajar. Sistem yang dikembangkan Prof DR Adri Patton (kini kepala Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal/BPKP2DT Pemprov Kaltim) sejak 2009 lalu ini ternyata berhasil. Kini sudah ada 96 warga perbatasan di Long Ampung dan Long Nawang yang jadi wisudawan.

Jadi guru di perbatasan, siapa yang mau? Ini pertanyaan yang pasti terlontar. Buktinya sudah 30-an guru tak tahan dan pulang ke Malinau atau Samarinda.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News