Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (2)
Disambut Empat Tetua Adat dengan Upacara Pangku Ayam
Senin, 17 September 2012 – 00:17 WIB
***
"Silakan Anak tidur di sini. Anak sudah orang Wae Rebo. Dinikmati saja," kata Aleks Nadus.
Malam itu saya tidur di mbaru niang yang berada di ujung paling selatan. Rumah ini memang dikhususkan untuk tamu atau wisatawan. Bangunannya lebih baru setelah direnovasi pada 2011.
Saya tidur beralas tikar pandan. Bantalnya juga terbuat dari anyaman pandan dipadu motif dari kulit bambu. Isi bantal itu berupa kapuk dari pohon randu yang banyak saya temui di perjalanan menuju Wae Rebo.
Wae Rebo sudah bertahan dari gempuran zaman lebih dari 900 tahun. Desa mini itu serasa tetap tinggal di masa lampau. "Lorong waktu" yang
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408