Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (2)

Disambut Empat Tetua Adat dengan Upacara Pangku Ayam

Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (2)
CARI KEHANGATAN: Warga Wae Rebo berjemur di sinar matahari pagi di depan Mbaru Tembong (rumah utama Wae Rebo). Foto : Doan W/JAWA POS
 

 ***

Pukul 17.58, hampir empat jam sejak start di Denge, kami melangkah memasuki Wae Rebo. Kami melintasi tengah-tengah desa kecil itu menuju mbaru tembong, rumah utama di Wae Rebo. Mbaru tembong adalah rumah paling besar. Tingginya 15 meter dengan diameter kerucutnya juga 15 meter.

Ngando, tiang utama mbaru tembong, menjulang ke atas berhias ukiran kayu mirip tanduk kerbau di puncaknya. Itu salah satu yang membedakan mbaru tembong dengan mbaru gena, rumah-rumah "biasa" (bukan rumah utama), di kanan kirinya.

 

Para tamu yang memasuki Wae Rebo memang harus masuk dulu ke mbaru tembong. Mereka mendapat sambutan secara adat di rumah utama itu. Untuk upacara penyambutan tersebut, para tamu wajib menyiapkan uang adat, semacam uang permisi kepada para leluhur Wae Rebo.

 

Wae Rebo sudah bertahan dari gempuran zaman lebih dari 900 tahun. Desa mini itu serasa tetap tinggal di masa lampau. "Lorong waktu" yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News