Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (3-Habis)
Rumah Utama untuk Delapan Keluarga Keturunan Maro
Selasa, 18 September 2012 – 00:08 WIB
Mbaru niang di Wae Rebo memang layak mendapat penghargaan. Kampung mini di Manggarai, NTT, tersebut tak hanya berhasil melestarikan rumah-rumah kerucut yang tak ada duanya di muka bumi. Tapi, teknik pembangunan dan tata cara arsitektur tradisional mereka juga ikut lestari.
DOAN WIDHIANDONO, Ruteng
PAGI berjalan lambat di Wae Rebo, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, NTT. Pukul 06.00, Sabtu (8/9), langit sudah benderang. Tapi, warga Wae Rebo masih terlihat begitu santai. Sebagian orang duduk meringkuk di depan jajaran mbaru niang, berkemul sarung tenun khas Manggarai. Anjing-anjing masih asyik bergelung di sisa api unggun di tengah-tengah desa.
Pada jam itu, kabut sudah lewat. Tapi, udara masih terasa cukup dingin. Matahari harus mendaki jauh di atas cakrawala, melewati punggung gunung-gunung, sebelum akhirnya menjatuhkan sinarnya ke tengah-tengah Wae Rebo.
Mbaru niang di Wae Rebo memang layak mendapat penghargaan. Kampung mini di Manggarai, NTT, tersebut tak hanya berhasil melestarikan rumah-rumah kerucut
BERITA TERKAIT
- Kisah Jenderal Gondrong ke Iran demi Berantas Narkoba, Dijaga Ketat di Depan Kamar Hotel
- Petani Muda Al Fansuri Menuangkan Keresahan Melalui Buku Berjudul Agrikultur Progresif
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis