Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (3-Habis)

Rumah Utama untuk Delapan Keluarga Keturunan Maro

Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (3-Habis)
WARGA TERTUA: Isidorus Ingkul, warga tertua sekaligus tetua adat Wae Rebo. Foto : Doan W/Jawa Pos
Menurut cerita Isidorus, yang pertama mendiami Wae Rebo bernama Maro. Maro memimpin sekumpulan orang dari kawasan Modo, Lembor. Kini kawasan itu masuk Kabupaten Manggarai Barat. Lembor, kawasan lumbung padi di daerah tersebut, memang cukup dekat dari Wae Rebo. "Hanya potong (jalan memintas, Red) gunung," tambah Vitalis Haman, warga yang lain.

 

Tapi, jalan pintas itu sangat sulit. Naik gunung dengan jalur curam, lalu turun lagi dengan kemiringan yang tak kalah curam.

 

Tak ada yang benar-benar tahu mengapa Maro meninggalkan Modo. Yang terang, Maro lantas beranak pinak di Wae Rebo yang tersembunyi diapit gunung-gunung. Dia mewariskan tata kehidupan yang unik di Wae Rebo. Maro dan keturunannya juga mewariskan teknik pembangunan mbaru niang yang akhirnya diganjar penghargaan oleh UNESCO.

 

 ***

Matahari pagi itu memang akhirnya menyingkapkan keindahan Wae Rebo. Jajaran mbaru niang yang ditata membentuk setengah lingkaran menciptakan atmosfer yang sangat elok, berpadu dengan matahari yang berkas sinarnya membentuk garis-garis putih menembus kabut.

Mbaru niang di Wae Rebo memang layak mendapat penghargaan. Kampung mini di Manggarai, NTT, tersebut tak hanya berhasil melestarikan rumah-rumah kerucut

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News