Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (3-Habis)
Rumah Utama untuk Delapan Keluarga Keturunan Maro
Selasa, 18 September 2012 – 00:08 WIB

WARGA TERTUA: Isidorus Ingkul, warga tertua sekaligus tetua adat Wae Rebo. Foto : Doan W/Jawa Pos
Salah satu ciri mbaru niang adalah jendela tradisional yang disebut paratongang. Jendela itu unik. Tekniknya hanya mendorong atap dari dalam. Dengan begitu, atap itu mencuat membentuk tingkap untuk ventilasi.
Keunikan lain adalah dapur komunal yang terletak di lutur atau lantai 1. Dapur itu terletak di tengah-tengah rumah. Bentuknya perapian kayu untuk peranti warga memasak. Di antara tujuh rumah tersebut, hanya satu yang tak punya dapur di tengah rumah. Yakni, rumah paling ujung di kiri mbaru tembong.
Rumah itu memang tak lagi difungsikan full untuk tempat tinggal warga. Rumah itu justru kerap ditempati wisatawan yang menginap. "Biar tidak bau asap, dapur dipisah," kata Vitalis Haman, warga senior.
Rumah turis juga berbentuk unik. Sebab, di belakangnya ada dua mbaru niang mini. Itu adalah dapur dan toilet (cukup bersih dengan lantai keramik).
Mbaru niang di Wae Rebo memang layak mendapat penghargaan. Kampung mini di Manggarai, NTT, tersebut tak hanya berhasil melestarikan rumah-rumah kerucut
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu