Menyoal Peta Ganti Rugi
Kamis, 27 Mei 2010 – 15:23 WIB
Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi air, Supiatun selalu membeli dengan harga Rp 1.300 per jeriken. Padahal, untuk sehari, dia membutuhkan dua jeriken air. Untuk mandi, dia dan keluarganya tetap mengandalkan air sumur yang bau. "Mari adus, gatel-gatel," ucapnya.
Supiatun adalah salah seorang warga yang menuntut agar dimasukkan ke dalam peta terdampak. Namun, pemerintah belum mengiyakan. Pemerintah hanya memberikan bantuan sosial. Bantuan itu diberikan kepada sembilan RT. Jenisnya, uang evakuasi Rp 500 ribu per kepala keluarga (KK). Ada juga biaya kontrak rumah Rp 2,5 juta per KK per tahun. Selain itu, warga menerima uang jatah hidup (jadup) Rp 300 ribu per jiwa per bulan selama enam bulan.
Mirisnya, bantuan sosial untuk jadup itu pun sering telat. Menurut catatan Jawa Pos, uang jadup diberikan sejak Agustus hingga Desember 2009. Namun, giliran bulan kelima, pembayaran molor hingga lima bulan kemudian. Uang yang seharusnya diterima Desember lalu baru diterima sebagian warga bulan ini.
Bagaimana warga 12 desa yang masuk peta terdampak? menjelang empat tahun bencana ini, pembayaran ganti rugi dari PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), anak usaha Lapindo, juga kian tidak jelas. Uang pengganti untuk 80 persen yang dibayarkan per bulan itu selalu molor dari yang sudah dijadwalkan. Bahkan, ada korban yang belum menerima ganti rugi sama sekali.
SELAIN semburan lumpur yang terus membesarserta - teror - munculnya bubble dan amblesan, rentang empat tahun bencana lumpur Lapindo juga masih
BERITA TERKAIT
- BKN Minta Admin SSCASSN Buka Inbox, Segera Umumkan Hasil Seleksi PPPK Tahap 1
- Pemberedelan Pameran Lukisan Pernah Bikin Yos Suprapto Kaya Raya, Begini Ceritanya
- Cuaca Hari Ini, Sebagian Wilayah Besar di Indonesia Berpotensi Hujan & Angin Kencang
- Ingat Janji Pemerintah, Saleh: Jangan Ada PHK di Sritex
- Prakiraan Cuaca Hari Ini: Hujan di Sebagian Besar Wilayah Indonesia
- 5 Berita Terpopuler: Info Terbaru dari BKN soal PPPK Tahap 1, Tolong Jangan Diabaikan