Menyoal RUU Kesehatan, Pakar Hukum Ingatkan Jangan Sembarangan Gunakan Omnibus
![Menyoal RUU Kesehatan, Pakar Hukum Ingatkan Jangan Sembarangan Gunakan Omnibus](https://cloud.jpnn.com/photo/arsip/watermark/2021/07/09/kinerja-pengelolaan-program-dan-pengelolaan-keuangan-bpjs-ke-63.jpg)
jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Maria Farida Indrati menyoroti tren saat ini dalam pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus law.
Misalnya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sekarang diganti Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Beleid itu berdampak pada berbagai ketentuan dalam 78 UU yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
UU Cipta Kerja tidak mengubah seluruh UU terdampak, tapi hanya mengubah sebagian kecil atau beberapa pasal dalam undang-undang tertentu saja.
Persoalannya, jika undang-undang terdampak dalam UU Cipta Kerja itu diubah, apakah pasal yang ada dalam UU Cipta Kerja juga diubah?
Prof Maria sejak awal mengkritik metode omnibus law yang digunakan untuk UU Cipta Kerja.
Menurutnya, metode omnibus law hanya bisa digunakan untuk UU yang memiliki tema atau latar belakang isu yang sama.
Persoalan ini hampir serupa dengan berbagai peraturan Belanda yang masih digunakan di Indonesia.
Prof Maria mengingatkan pembentukan undang-undang menggunakan omnibus harus benar-benar dikaji, jangan sampai undang-undang terdampak menjadi berantakan
- Akademisi dan Pakar Hukum Menolak Penerapan Asas Dominus Litis di RKUHAP
- Vonis Harvey Moeis Diperberat, Pakar Hukum Nilai Menyalahi Prinsip Hukum Pidana
- Pakar Hukum: Penetapan Tersangka Sekjen PDIP Seharusnya Dimulai dari Penyelidikan
- Guru Besar UIN KHAS Jember: RUU KUHAP Perlu Dirumuskan dengan Bijak
- Kajian Dominus Litis, Mahasiswa dan Pakar Hukum Nilai Berpotensi Terjadi Abuse of Power
- Pakar Sebut Kasus Tom Lembong Tergesa-gesa Disebut Korupsi