Menyongsong Pemilu Serentak 2019

Menyongsong Pemilu Serentak 2019
Lukman Edy. Foto: dok.JPNN.com

Sebelumnya sempat muncul penafsiran bahwa yang dimaksud serentak adalah pada tahun yang sama, atau dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu yang sama, atau dilaksanakan dengan perangkat pemilu yang sama; namun kesemuanya dimentahkan oleh penjelasan Mahkamah Konstitusi tersebut.

Setelah jelas desain pemilu serentak pada tahun 2019, maka langkah awal yang patut dipikirkan dalam rangka menindaklanju putusan MK tersebut adalah bagaimana kemudian agar undang-undang pemilu legislatif dan undang-undang pemilihan presiden dan wakil presiden dapat disatukan dalam satu bentuk undang-undang.

Karenanya perlu diapresiasi upaya pemerintah yang telah mengajukan revisi UU Pemilu kali ini dengan menyatukan tiga Undang-undang tentang penyelenggaraan pemilu sekaligus, yakni UU Pemilu DPR, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/ kota; UU Pemilu Presiden dan wakil presiden; serta UU tentang Penyelenggara Pemilu.

Langkah selanjutnya yang perlu segera dilakukan adalah upaya perubahan budaya politik dalam rangka menyambut pemilu serentak ini. Agar kemudian tercipta suatu budaya politik yang baik, maka peran berbagai pihak seperti penyelenggara pemilu, partai politik dan juga para kandidat yang nantinya akan turut berkompetisi dalam pemilu seyogianya mampu memberikan pencerahan politik kepada publik.

Langkah dimaksud sangatlah urgen dalam rangka membangun sistem partisipasi politik warga negara yang memungkinkan warga negara yang sudah dewasa (berhak memilih) berpartisipasi secara efektif dalam proses pemilu.

Di kalangan partai politik, ada pekerjaan rumah besar dalam rangka menyambut perhelatan pemilu serentak ini, yakni upaya membangun koalisi permanen sebelum pemilu. Pasal 6 A ayat (2) UUD 1945 menyatakan: “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dan diumumkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”.

Maksud dari masukknya kata diumumkan dalam Pasal 6 A ayat (2) ini yakni memberikan gambaran agar partai politik atau gabungan partai politik wajib mengumumkan calon presiden dan calon wakil presiden sebelum berlangsungnya pemilu.

Di sini koalisi yang dibangun dimulai dari sebelum pemilihan legislatif dan pilpres putaran pertama; bukan ketika menjelang pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden di putaran ke dua.

Pemilu sebagai perwujudan dari sistem demokrasi merupakan sarana atau mekanisme ideal dalam rangka proses peralihan kekuasaan secara damai dan tertib.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News